Halmaherapedia- Beberapa organisasi masyarakat sipil lokal nasional dan internasional menyuarakan perusakan lingkungan di Pulau Halmahera ke dunia internasional Tidak hanya Halmahera tetapi juga di Di Morowali. Organisasi personal yang menggelar aksi itu adalah, Environmental Rights Foundation bersama Aksi Ekologi dn Emansipasi Rakyat (AEER), Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendampingi warga terdampak, perwakilan masyarakat adat, serta seorang pekerja dari anak perusahaan Walsin Lihwa di Indonesia. Mereka juga bertemu perwakilan perusahaan di Taipe ibu kota Taiwan Selasa (5/8/2025).
Dalam pertemuan ini organisasi masyarakat sipil ini menuntut pertanggungjawaban Walsin Lihwa atas dugaan pelanggaran hak-hak pekerja serta kerusakan lingkungan dalam rantai pasok nikel yang melibatkan Indonesia. Perwakilan Fakawele Project Halmahera Tengah Adlun Fiqri mengatakan kedatangan mereka ke Taiwan bertujuan menyuarakan dampak lingkungan dari investasi perusahaan Taiwan di kawasan timur Indonesia, termasuk di Morowali, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara khususnya di Halteng..

“Aksi kami menyoroti investasi Taiwan, baik di Morowali maupun Teluk Weda,” kata Adlun kepada Halmaherapedia Rabu (6/ 8/2025). Dia bilang Walsin Lihwa memiliki anak perusahaan yang membangun fasilitas pengolahan (smelter) di kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Perusahaan itu juga masih menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara, meski secara global mengklaim mendukung energi terbarukan dan perlindungan hak asasi manusia. Namun faktanya energi yang dugakan justru menjadi bencana bagi warga lingkar tambang Halteng.
“Kami datang menyampaikan bahwa investasi yang masuk ke Indonesia justru menimbulkan kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, serta mengabaikan hak masyarakat adat,”tegasnya.
Ia juga menyinggung adanya pekerja di Morowali yang mengadukan masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta hak-hak buruh lainnya. Delegasi juga menggelar konferensi pers dan melakukan dialog l dengan perwakilan perusahaan untuk menyampaikan temuan mereka.
Selain menemui pihak perusahaan, sejak Senin, 4 Agustus 2025, delegasi juga melakukan audiensi dengan Komnas HAM Taiwan dan sejumlah anggota parlemen.
“Kami sampaikan bahwa perusahaan asal Taiwan yang terlibat dalam rantai pasok industri nikel ini berkaitan dengan pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan,” kata Adlun.

Alumni Antropologi Unkhair ini mempertanyakan komitmen transisi energi bersih jika proses produksi nikel masih menimbulkan kerusakan serius. “Bagaimana mendorong transisi energi bersih, kalau dalam rantai pasoknya justru banyak pelanggaran yang kalian timbulkan?,” tekannya.
Pihak perusahaan dan parlemen Taiwan menyatakan akan mengevaluasi operasi anak perusahaan Walsin Lihwa di Indonesia, termasuk penggunaan batu bara dalam proses produksi. Sementara itu, Komnas HAM Taiwan menilai persoalan ini seharusnya menjadi perhatian serius Komnas HAM Indonesia dan pemerintah Indonesia.(aji/adil)











