Halamaherapedia— Kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang (stunting) di kota Ternate mengalami peningkatan. Angka stunting balita di Kota Ternate menunjukkan peningkatan cukup signifikan satu tahun terakhir.
Data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), jumlah balita stunting di Ternate meningkat dari 303 anak pada Agustus 2023 menjadi 412 anak per Juni 2024.
Total jumlah balita yang tercatat juga mengalami penurunan dari 11.480 anak (2023) menjadi 10.269 anak (2024). Namun penurunan ini tidak sejalan dengan turunnya angka stunting, yang justru melonjak di berbagai wilayah.
Kenaikan ini ikut mendongkrak prevalensi stunting dari 3,02 persen menjadi 4,1 persen. Dari seluruh wilayah kota Ternate, Pulau Hiri tercatat sebagai wilayah dengan angka tertinggi, yakni 17,89 persen, naik dari 16,6 persen pada tahun sebelumnya.
Lonjakan Kasus di Beberapa Wilayah
Data Dinas Kesehatan Kota Ternate menunjukkan pada 2023, wilayah dengan angka stunting tertinggi setelah Pulau Hiri adalah Jambula (7,79 persen) dan Sulamadaha (6,86 persen). Pada 2024, Puskesmas Kalumpang mengalami lonjakan signifikan dari 2,52 persen menjadi 4,6 persen. Meski prevalensi di Jambula sedikit menurun menjadi 6,98 persen, wilayah ini masih termasuk dalam lima besar. Sementara di Puskesmas Siko dan Bahari Berkesan menjadi wilayah dengan angka terendah, masing-masing 1,89 persen dan 1,12 persen.
Bidang Penanganan Stunting Dinas Kesehatan Kota Ternate, Rulliy Agung Pratama, bilang salah satu penyebab utama stunting adalah pemahaman yang keliru soal pemberian ASI eksklusif pada balita.
Untuk itu saat Pemkot Ternate menyiapkan strategi penanganan dari pemberian tablet tambah darah hingga edukasi calon pengantin.
“Dinas Kesehatan Kota Ternate menyiapkan berbagai strategi jangka pendek dan panjang. Dalam waktu dekat, difokuskan pada pemenuhan gizi ibu sebelum hamil, termasuk edukasi soal lingkar lengan ideal (minimal 23,5 cm), serta peningkatan konsumsi makanan bergizi,” jelas Rully Agung.
Dia bilang makanan yang baik dan cukup jumlahnya penting, karena ini memengaruhi kondisi psikologis ibu dan berat lahir bayi. Bayi yang lahir dengan berat di bawah 2.500 gram lebih rentan mengalami keterlambatan motorik. Selain itu, imunisasi dasar dan pemberian vitamin juga menjadi prioritas, bersamaan dengan pelayanan kesehatan yang tepat sasaran.
“Untuk jangka panjang, Dinkes menekankan pentingnya perubahan perilaku. Edukasi dan konseling berkelanjutan diberikan kepada ibu hamil, remaja, dan calon pengantin. Pendampingan juga dilakukan melalui posyandu dan sekolah, termasuk pemeriksaan gigi, kesehatan reproduksi, serta pemberian tablet tambah darah. Koordinasi lintas sektor termasuk dengan Kantor Urusan Agama (KUA) juga dilakukan untuk menyasar calon pengantin agar siap secara gizi dan kesehatan,” ujar Agung.(Aji/ ifal)
















