Komunitas Pulo Tareba Dorong Conservation Tourism
Sejumlah kawasan di Ternate sangat layak dikembangkan menjadi destinasi wisata berbasis ekologi. Terutama mendorong pariwisata berbasis konservasi. Sebut saja kawasan Pulo Tareba di sekitar dana Tolire Kelurahan Takome Kecamatan Ternate Barat Kota Ternate Maluku Utara. Kawasan ini layak dikembangkan menjadi destinasi wisata berbasis konservasi. Tidak hanya kekayaan geologinya tetapi juga sumberdaya hayati di dalamnya. Spot wisata ini tidak hanya didukung alam dan sumberdaya hayatinya tetapi juga karena ada komunitas dan masyarakat telah lama menngawalnya hingga dikenal publik.
Untuk rencana tersebut, Komunitas Pulo Tareba yang mengelola kawasan ini, menggelar FGD di kawasan wisata ini pada Sabtu (19/4/2024). Ketua Komunitas Pulo Tareba Junaidi Abas bilang, Komunitas Pulo Tareba mendorong FGD tersebut untuk mendapatkan masukan pengembangan wisata konservasi ke depan.
“Kami menggagasnya untuk rencana festival wisata konservasi Pulo Tareba sekaligus menentukan waktu pelaksanannya,” jelas Junaidi dihubung Senin (22/4/2024). Dia bilang, FGD yang melibatkan berbagai pihak di kampung seperti kaum muda, karang taruna, tokoh masyarakat, pemerintah kelurahan dan kecamatan serta meminta masukan dinas pariwisata itu, akhirnya menyepakati akan menggelar festival September 2024.
Melalui FGD itu dihasilkan beberapa poin kesimpulan yang segera ditindaklanjuti. “Ada empat poin setelah menerima berbagai masukan yang disampaikan peserta FGD.
Pertama, menyepakati menggelar Pulo Tareba Conservation Festival 2024. Festival ini didesain sebagai festival berbasis konservasi terbesar di Malut dan berbasis kearifan lokal.
Kedua, menyiapkan Pulo Tareba dan Takome sebagai destinasi berbasis ekowisata dan community based-tourism terbesar di Ternate.
Ketiga, menyiapkan Kelurahan Takome dan Pulo Tareba sebagai Desa Wisata Mandiri pada 2025 nanti.
Dalam FGD ini Dinas Pariwisata Kota Ternate dan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Utara turut diundang memberikan masukan. Sayang hanya Dinas Pariwisata Provinsi ikut hadir diwakili Kris Samsudin Kepala Bidang Destinasi Wisata.
Kris dihubungi usai FGD menyatakan, langkah ini sangat diapreseasi dan didukung penung terutama mendorong pariwisata berkelanjutan ini terus dikembangkan. Seperti digagas komunitas Pulo Tareba menurut dia, perlu ada branding dan pemasaran yang massive. Dia menyadari kelemahan pariwisata yang akan didorong terutama green tourism . Padahal bicara pariwisata berkelanjutan mengandalkan kekayaan biodiversity saat ini menjadi isyu dunia. Karena itulah perlu ada pendampingan yang benar dilakukan pemerintah dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. “Ada yang namanya model kolaborasi Pentahelix atau kolaborasi lima subjek atau stakeholder pariwisata, yaitu akademisi, bisnis, komunitas pemerintah dan media untuk publikasi,” jelasnya.
Dia juga bilang, Ternate kalau bicara spot atau destinasi wisata sangat banyak terutama untuk green tourism. Karena itu menurut dia Takome perlu dijadikan sebagai pilot project wisata mandiri. Di sini untuk menjalankannya sudah tidak sulit karena ada masyarakat dan komunitas yang terlibat langsung sejak lama,” katanya.
Abdul Kadir “Dedy Arif Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara yang juga akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara yang selama ini berkolaborasi dengan komunitas Pulo Tareba, menjelaskan bahwa dalam agenda festival conservation tourism yang didorong kawan kawan Pulo Tareba memilij pelaksanaanya pada September nanti itu sekaligus memperingati peristiwa besar terbentuknya dana Tolire yang berdasarkan catatan sejarah terjadi 5 dan 6 September 1755.
Saat ini yang segera dilakukan adalah menyiapkan berbagai data serta memetakan potensi yang dimiliki. “Untuk menyiapkan data dan pemetaan potensi wisata konservasi Pulo Tareba Kamis (25/4/2024) pecan ini dilakukan pertemuan kembali. Ini sekaligus menyiapkan Takome sebagai desa wisata mandiri 2025 mendatang ,”katanya.(aji/red)