Ternate Hadapi Krisis Air Tanah, Begini Skema Konservasinya  

banner 468x60

Halmaherapedia– Sabtu, 14 Juni 2025 digelar diskusi public dengan tema Skema Kebijakan Air Tanah di Kota Ternate. Agenda  yang diinisiasi  Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Ternate ini bekerjasama dengan Pemkot Kota Ternate, PDAM Ake Gaale dan Dinas PU dipusatkan di The Cogan Café  Ternate. Turut menghadirkan pemerintah kota Ternate, DPRD serta komunitas yang mengadvokasi  air tanah di Kota Ternate.

Diawali dengan penyampaian Pj. Dirut Perumda Ake Ga’ale  Muhammad Syafei. Soal air yang dikonsumsi warga dari PDAM  setiap bulan dilakukan pemeriksaan kualitasnya. Setiap 6 bulan diperiksa  lengkap di laboratorium Manado dan sudah sesuai Permenkes yang mengatur kualitas dan baku mutu air minum.  Artinya dari sisi kuantitas dan kontinuitas dalam pelayanan juga presentase kebocoran, butuh upaya serius karena membutuhkan biaya investasi cukup besar.   “Butuh waktu dan perencanaan  untuk bisa terpenuhi target.  Untuk  kebocoran air jaringan pipa Perumda Ake Ga’ale berdasarkan audit BPKP  36%. Artinya dari 100% produksi air  yang didistribusi ke pelanggan 36% terbuang percuma atau tidak jadi (PAD) dan tersisa 64%  menjadi duit.  Itupun jika pelanggan tidak menunggak membayar.

banner 336x280

Dia juga sampaikan bahwa  jaringan distribusi air di bagian selatan kota yang dibangun Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku utara kurang lebih 10 tahun lalu baru dimanfaatkan Perumda Ake Ga’ale kurang lebih 2 tahun lalu. Hanya saja lama tidak terpakai akhirnya banyak masalah. “Kita sudah coba perbaiki secara langsung ke lapangan maupun koordinasi dengan pihak terkait seperti Dinas PUPR dan BWS. Hal ini karena terkait over pressure di beberapa titik di selatan Kota Ternate.  Satu minggu lalu kita coba dengan rekayasa dan berjalan dengan baik tidak ada lagi kebocoran di selatan.  Meski begitu  di tengah dan utara ada sebagian bocor. Kami berharap  tingkat kebocoran ini bisa ditekan sehingga memberikan keuntungan bagi perusahaan juga pelayanan kepada pelanggan,”katanya.

Dia juga mengungkapkan bahwa, ada 18% pelanggan Perumda Ake Ga’ale yang boros menggunakan air dan separuh dari produksi air tercatat per kepala keluarga (KK) per bulan lebih dari 40 m3 .  Karena itu dalam 2 tahun lalu PDAM didukung komisi 2 DPRD Kota Ternate  menambah satu blok langganan baru yang menggunakan 40 m3 lebih per kepala keluarga (KK) per bulan diberi tariff tersendiri lebih mahal dengan harapan memberikan edukasi pelanggan agar bijak menggunakan air.  Tujuannya  kelebihan air itu bisa dirasakan pelanggan lainnya. Di Tabona misalkan, bergilir 4 hari sekali air jalan kemudian di Marikrubu bergilir 5 hari sekali air jalan dan sebagian di Maliaro.  “Kita sudah  lakukan rekayasa di PO Jan 1  ternyata punya kelebihan air di selatan dengan penambahan 1 sumur di tahun 2024. Sedang diupayakan dengan metode grafitasi di Ngade  belakang sehingga bisa menjawab air bergilir di Tabona, Maliaro yang tadinya 4 hari sekali bisa perbaiki peningkatan pelayanannya.

Untuk menjamin kebutuhan air minum yang bersumber dari air tanah ini sangat mungkin dilakukan dengan sandaran regulasi tata ruang karena sangat penting dari sisi lingkungan.  Dia bilang lagi, laju pertumbuhan  penduduk Kota Ternate mencapai 2,2% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini  berdampak pada peningkatan kebuthan air.  Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum  (RISPAM) membuka ruang sumber-sumber air baku lain selain air tanah ada air permukaan di Ternate yang sangat terbatas.

Anggota DPRD Kota Ternate Junaidi A. Bahruddin, ST  bilang dalam skema kebijakan konservasi air tanah seperti direkomendasikan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pertama Pemkot Ternate harus melakukan diversifikasi sumber air, misalnya  dari   pemanfaatan air hujan. Misalnya enginsiasi program inovasi Gemma camtara  yang diinisiasi oleh Zulkifli mantan Camat Kota Ternate Utara. Kedua melakukan  restorasi danau sebagai sumber air.  “Selain pengolahan juga kita harus  pikirkan  restorasi danau karena kondisi eksistingnya harus dilakukan sehinga tidak serta merta terkontaminasi kondisi lingkungan daerah  sekitar,” kataya.  Selain restorasi danau, paling penting melindungi  daerah  resapan air sehingga tidak tergantung pada sumber air tanah dalam. Ini yang disebut dengan diversifikasi sumber air.  Ini masuk skema 1  yang sudah dibahas dalam KLHS  antara Pemkot Ternate dan DPRD yang juga menjadi fondasi kebijakan  saat penyusunan RPJMD 2025-2029.

Kedua melakukan pengawasan dan pengendalian penataan ruang (RTRW). Ketiga    penguatan kelembagaan.  “Saya kira ini belum dilakukan. Misalnya kita punya forum save ake ga’ale perlu didorong semacam forum penyelamatan air atau forum koordinasi  untuk Kota Ternate yang melibatkan pemangku kepentingan merumuskan kebijakan terkait konservasi air tanah.  Ke empat menempatkan isu dan kebijakan konservasi air tanah menjadi arus utama dalam setiap perencanan  pembangunan.

“Saya kira ini poin penting yang selama ini masih menjadi kelemahan pemerintah kota Ternate. Tidak hanya  jadi tupoksi DLH, PUPR dan Perumda Ake Ga’ale tetapi harus menjadi isu utama semua dokumen dan perencaan penganggaran pada beberapa OPD lainnya di luar DLH dan PUPR. Tujuannya ada integrasi perencanaan dan penganggaran yang itu bisa dikawal  di DPRD,” katanya.

Saat ini karena DPRD tidak berada pada fungsi perencanaan, kadang-kadang dalam rumusan kebijakan perencanaan ada ruang yang mis  tidak bisa diisi lembaga DPRD.   Biasanya menerima produk jadi perencanaan pemerintah.  Bisa saja  belum mengakomodasi banyak masalah di masyarakat termasuk upaya mengkonservasi air tanah.

Instrument kebijakan pembangunan daerah yang bisa menjadikan skema pemerintah melakukan upaya-upaya konservasi air tanah di Kota Ternate.  Ini momentumnya  dan menunggu Pemkot mengajukan rancangan Perda RPJMD 2025-2029 untuk bisa diukur Pansus DPRD. Saat  pembahasaan di situ akan didalami sejauh mana  keberpihakan pemerintah Kota Ternate terhadap konservasi air tanah di Kota Ternate.

Kadang ada dinamika  di Pemerintah yang kemudian  tidak bisa mensinkronkan visi-misi program prioritas di RPJMD dengan renstra dan renja OPD.

Soal konservasi air tanah Kadis PUPR Kota Ternate  us’an M. Nur Taib  menjelaskan, sejak 2022, Dinas PUPR Kota Ternate telah melakukan review dokumen RISPAM  di Kota Ternate termasuk kajian potensi air tanah di beberapa wilayah seperti  Ternate tengah, selatan dan utara dengan total cadangan air tanahnya kurang lebih 250 m3. Hanya saja sudah overeksploitasi. Sedangkan di wilayah Ternate Pulau jaringannya sudah ada tetapi belum berfungsi  dengan baik karena lokasinya berada dalam bagian erupsi gunung berapi Gamalama dan tidak layak pengeboran mengingat cadangan airnya bersifat sementara. Untuk pemenuhan kebutuhan air di Pulau Moti sampai 2024 sudah dibangun jaringan dengan sistem penyedia air mimun (spam) oleh Dinas PUPR berkapasitas 24 liter/detik sedangkan di Pulau Batang Dua berkapasitas 10 liter/detik. Untuk Pulau Hiri sampai dengan 2025 jaringannya sudah dibangun tetapi sumbernya belum memenuhi syarat karena air tanah di Pulau Hiri kandungan TDS di atas standar. Saat ini di Hiri  telah dibangun embung konservasi oleh Balai Wilayah Sungai Maluku Utara.

Hampir 90% sumber air di Kota Ternate menggunakan air tanah.  10% air permukaan di Danau Laguna yang berada di Kelurahan Ngade.  Danau Tolire yang berada di Kelurahan Takome tidak dipakai sebagai sumber air permukaan karena standar total dissolved solids (TDS) yakni jumlah total semua zat yang terlarut berkisar di atas 400 ppm. Sementara standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan kadar TDS untuk air minum yang aman adalah di bawah 500 ppm. Berdasarkan hal tersebut kita sangat bergantung dengan sumber air tanah di Kota Ternate.

Dalam visi dan misi Walikota Ternate di poin ke (2) terkait arah kebijakan infrastruktur dasar yang harus dijabarkan dalam kebijakan setiap dinas terkait,  Dinas PUPR Kota Ternate memiliki tugas yakni pengendalian ruang dan pembangunan infrastruktur yang terkait dengan air minum. Tindaklanjutnya dalam setiap pengurusan izin mendirikan bangunan salah satu syaratnya harus ada sumur resapan dan harus dipenuhi.  jika tidak maka izin tidak terbit. Selain itu ada skema pembangunan sumur resapan yang tersambung dengan drainase di kelurahan Kalumpang sudah dibangun 25 unit dengan maksud memasukan sebagian air ke dalam tanah.

Dewas Perumda Ake Ga’ale  Halik Moti menyampaikan bahwa  terkait tema konservasi air tanah ini lebih pada menjaga kelestarian air agar  10-20 tahun kedepan atau sampai seumur hidup air tidak akan habis. “Sampai saat ini kita belum memastikan dan mendeteksi air dalam tanah habis atau tidak, atau kapan waktunya krisis air minum di Kota Ternate.

“Saat ini ada 32 sumur sumber air tanah  yang dikelola Perumda Ake Ga’ale dan 1 sumber air permukaan yakni Danau Laguna, Ngade,” jelasnya.

Jika ada sumber air tanah yang ditemukan di lokasi ini maka dipastikan menjadi solusi pelayanan air bersih di wilayah tengah bahkan sampai ke Kalumata belakang. “Saya sudah cek di bagian produksi untuk membuat sumur baru butuh biaya Rp200.000.000 – 300.000.000. Saya pertanyakan kenapa Perumda Ake Ga’ale tidak buat  karena  itu untuk kemaslahatan  warga Ternate.   Di Pulau Moti ada sumber air yang tidak layak dipakai. 6 bulan  sudah dilakukan revitalisasi   sementara menunggu alat untuk pengoperasianya.  Soal jaringan distribusi air semua sudah disiapkan keliling, tetapi warga  lebih memilih menggunakan sumur. Karena itu butuh sosialisasi distribusi air bersih ini sehingga ada kesadaran warga  menggunakan layanan air bersih.

Ketua Save Ake Ga’ale Alwan Arif menyampaikan,  sebagai  praktisi anestesiologi yang bekerja di bidang kesehatan,  saat  di kamar operasi  melihat   ada hubungan dengan persoalan air.  Misalnya  saat  lakukan  operasi dan pasien  kekurangan cairan  dalam tubuh 25% ada tanda-tanda vital apa yang berubah, 50% sampai 75%  cairan berkurang apa yang berubah, jika 100% cairan berkurang berhenti jantungnya. Ternyata itu sama dengan kebutuhan kondisi air di saat ini.  Jika air tanah  tidak dikelola dengan baik,  pasti banyak masalah.  Ketika lahir Perda sumur resapan yang ada kaitannya dengan konservasi air tanah,  harus diapresiasi karena satu-satunya Perda di Indonesia yang membahas teknis konservasi air. Di daerah kami saat itu lagi  terjadi  instrusi air laut. Kami berdiskusi juga terkait usulan beberapa poin dalam Perda ini  sebagai mediator.  Saat ini Save Ake Ga’ale, forum penyelamatan air, gemma camtara  dan beberapa NGO sudah masuk dalam TKPSDA Maluku Utara  dan isu isu terkait hal ini  dibawa kesana.

Apalagi di Ternate sudah banyak isu  dibahas serta  ada rekomendasi baik di Kota Ternate maupun beberapa kabupaten/kota di Maluku Utara terkait mengelola sumberdaya air.  Perda ini ada sejak 2016, 2017, 2018, tetapi sudah mulai redup di 2019 dan 2020 sudah hilang sampai sekarang. Semangat membangun sumur resapan ini  sudah tidak ada di Kota Ternate. Padahal program pemerintah kota Ternate membangun sumur resapan ini termasuk dalam setiap program kegiatan drainase plus sumur resapan.  Jika sumur resapan berada di kawasan pemukiman, terutama di daerah rendah, perlu diperhatikan beberapa hal. Seperti pengendalian daya rusak air  termasuk kontribusi sumur resapan air ini ke depan harus diukur.  “Kami berharap sumur resapan betul-betul diprioritaskan di catch area.

Tahun 2016-2019  ada kolaborasi program USAID IUWASH melakukan pengkajian mata air yang menghasilkan dokumen kerentanan air khususnya di Ake Ga’ale. Dari kajian itu Direkomendasikan catch area mata air ada di Ake Ga’ale  betul-betul ditaruh di situ dan hasilnya ada yakni  sumur sumber air.   Perumda Ake Ga’ale yang  dipakai saat ini, sumbernya dari mata air Ake Ga’ale.  Selanjutnya implementasi kajian mata air di Ake Ga’ale dulu itu harus diimplementasikan di mata air yang lain dengan skema yang sama. Model konservasi air dimulai dengan riset/penelitian serta dokumen kerentanan mata air, penerapannya dalam sumur resapan.  Dalam  konservasi air tanah ini bagaimana upaya bisa memelihara keberlangsungan sumber daya air baik secara kuantitas, kualitas dan kuntinuitas untuk dimanfaatkan manusia dan mahluk hidup lainnya sekarang dan selama-lamanya.

Penerapan teknis konservasi air tanah ini harus diperbaiki kembali sehinga betul-betul sesuai regulasi maupun harapan bersama. Terkait regulasinya ada di Perpres 37 tahun 2023 yang mengatur kebijakan nasional sumber daya air dan Peraturan Pemerintah (PP) 30 tahun 2024 tentang pengelolaan sumber daya air.

Menurutnya ada 5 aspek dalam konservasi air. Yakni konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumberdaya air,  pengendalian sumber daya air,  peran serta masyarakat dan badan usaha dan  SIH3 yakni Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi.  5 aspek  ini harus menjadi indikator  penilaian pengelolaan sumberdaya air oleh Pemkot Ternate.

Salah satu indikatornya  di Ternate sampah belum dibenahi. Padahal dalam riset USAID IUWASH sampah dan air ini dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika sampah di Kota Ternate masih banyak sudah pasti kualitas air tanah kita buruk karena resapan air dari sampah yang masuk ke tanah itu otomatis mencemari sumber air yang ada.  Begitu juga  menguji kualitas air karena laboratorium tidak ada  lalu dibawa keluar di Manado untuk uji.  Sampai kapan Pemkot Ternate uji lab kualitas air sendiri. Dikhawatirkan pemeriksaan hari ini tapi hasilnya satu bulan kemudian itu sudah  tidak valid. Bagaimana memastikan sumber air yang diambil aman dipakai warga kota.  Konservasi air tanah ini banyak hal harus dikerjakan dan butuh waktu. Karena itu butuh komitmen dan prioritas program dari pemerintah terkait aspek kebutuhan masyarakat mana  yang didahulukan.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *