Halmaherapedia— “Hidup hanya di rumah, sudah 34 tahun. Saya lumpuh,”kata Maklon Papadada (54) dengan senyum getir. Minggu (4/5/2025) sore jelang malam, Halmaherapedia.com menyambangi rumah milik Maklon di kampung tengah Desa Wayalor Kecamatan Obi Selatan Halmahera Selatan Maluku Utara. Rumah Maklon terbilang jauh dari layak. Sebuah rumah setengah beratap seng yang sudah berkarat dan setengah beratap daun rumbia atau katu. Sementar dindingnya dari papan yang terlihat rusak sana sini. Dinding dapur sebagian sudah hancur. Begitu juga atap rumbia sebagia sudah reyot. Bagian lantai hanya semen kasar dengan kursi dan sebuah meja plastic. MCK juga tidak ada. Untuk buang hajat Maklon harus merangkak ke rumah orang tua yang bersebelahan.
Saat kami datang , Maklon berusaha merangkak dengan memegang tiang rumah dan dinding papan rumahnya sebagai penopang agar bisa bergeser keluar dari dapur lalu naik di atas dego dego (tempat duduk,red) untuk menyampaikan keluh kesahnya.
Dari kondisi fisik, badan bagian atas kekar tapi kedua kakinya mengecil. Tubuh bagian bawah Maklon seperti tidak terasa apa apa. “Ia saya maraya (merangkak,red) berpegangan dinding atau pintu untuk bisa bergeser dan duduk di sini,” ujarnya memulai pembicaraan. Dari rautnya meski hidup dalam kegetiran, tetap menyambut dengan ramah. “Saya lumpuh bertahun tahun jadi tidak bisa sedikitpun ke luar dari rumah,” katanya ditanyai kondisinya. Maklon memiliki seorang anak laki laki tapi dia tidak hidup dengannya. “Anak saya tinggal di Galala Pulau Mandioli,” katanya.
Dalam kondisi tak ada orang lain yang membantu, kedua orang tua tetap sabar melayaninya sehari hari. Maklon dulunya, adalah pemuda kekar dengan tenaga kuat. Dia bisa mengerjakan apa saja termasuk berkebun hingga mengolah kelapa. Tetapi peristiwa ketia dia jatuh dari pohon kelapa 34 tahun lalu itu, akhirnya membuatnya lumpuh hingga kini.
Bermula ketika tahun 1991 istrinya ngidam anak mereka dan ingin minum kelapa muda. Karena diminta istrinya yang hamil muda, dia lantas memanjat kelapa di halaman rumah. Tak dinyana karena batang yang licin Maklon jatuh dari pohon kelapa. Saat jatuh dalam posisi duduk dan terbentur batang bagian bawah pohon kelapa. Saat itulah dia sudah tidak bisa lagi berjalan.
Dari kejadian itu, dia sempat dibawa keluarga berobat ke rumah sakit umum di Ternate. Waktu itu dia disarankan dokter untuk dioperasi. Namun karena alasan biaya dan keluarga tidak punya biaya maka urung dilakukan. Meski dokter sudah mengingatkan tidak akan sembuh jika tidak dioperasi.
Saran keluarga dia keluar rumah sakit dan diurut (pijat) oleh orang pintar. “Waktu itu saya dibawa ke Tidore di sana dirawat selama 3 bulan tetapi tidak menunjukan tanda-tanda sembuh dan bisa berjalan. Karena itu keluarga pasrah akhirnya dipulangkan ke Wayaloar hingga sekarang,” imbuhnya.
Karena kondisinya itu, terpaksa urusan rumah tangga diambil alih istrinya. Hingga akhirnya sekira 2010 lalu istrinya sakit. Sakit itu sangat mengancam keselamatanya. “Istri saya sakit kanker mulut selama 10 tahun 6 bulan dan akhirnya meninggal sekira 4 tahun lalu,” katanya sedih.
Dalam kondisi sakit selama itu, meski lumpuh dia ikut melayani seperti memberi makan hingga maut menjemput. Ketika istrinya sakit dan meninggal, dia merasa dunia seakan kiamat. Sebab tidak bisa lagi bekerja dan hanya duduk di rumah mengharapkan kedua orang tuanya membantu dan melayani. “Istri belum sakit itu dia berjualan di sekolah untuk bisa dapat uang,” ujarnya. Tapi begitu sakit semuanya tidak seperti tak ada lagi harapan. Hanya berharap kedua orang tua,” katanya.
Maklon mengaku kini harapan itu tak bisa lagi digantungkan kepada mereka, karena juga sudah di usia 70 tahun. Karena itu dia kini berharap ada uluran tangan pemerintah bisa membantunya. Apalagi dalam kurun waktu begitu panjang, belum sekalipun mendapatkan perhatian. Baik dalam hal kesehatan maupun membantu perbaikan rumahnya.
“Seingat saya selama berpuluh tahun ini, baru dua tahun lalu ada mantan kepala desa sempat kasih uang Rp1,5 juta. Setelah itu tidak ada lagi. Bantuan untuk orang tidak mampu juga tak pernah diberikan,” ujarnya.
Lalu bagaimana dengan bantuan dari Pemerintah Kabupaten, atau Provinsi hingga pusat?. “Waah apa lagi yang itu tidak ada. Di desa saja cuma satu kali itu,”imbuhnya.
Begitu juga rumahnya tidak pernah ada bantuan untuk rumah layak huni sampai kepadanya. “Pernah ada yang datang kasih tau ada bantuan dari partai untuk rumah kumuh. Tapi menunggu bertahun tahun tidak pernah ada bantuan itu,” katanya. Kalau ada bantuan seperti itu hanya kepada keluarga dan saudara mereka yang mengurusnya.
Dia juga bilang, pernah dia dibantu beras dan kebutuhan secukupnya oleh salah satu mantan Kapolres yang menjabat di Halmahera Selatan. “Saya lupa pak Kapolres itu pe nama dia bantu beras beberapa tahun lalu,” katanya.
Terkait kesehatannya, meski di Halmahera Selatan sudah berpuluh tahun ada program kesehatan gratis atau bantuan lainnya, dia tidak sekalipun merasakan layanan itu. “Ooo kalau itu tidak pernah ada atau petugas datang kasih tau agar bisa dapat layanannya,” ceritanya.
Karena itu, dia sangat berharap uluran tangan pemerintah membantunya. Terutama rumah dan fasilitas kursi roda untuk bisa beraktifitas.
“Orang tua juga so tua jadi kalau ada belas kasih dari pemerintah untuk membantu seperti saya, maka sangat bersykur,” ucapnya.
Berharap Gubernur Sherly Penuhi Janji Mendiang Beni Laos
Nasib mirisnya ini, dia bercerita kalau pernah dijanjikan oleh (alm) Beny Laos yang kala itu mau maju mencalonkan diri sebagai gubernur. Beni yang katanya juga orang Wayaloar pernah data ke Wayaloar. Kala itu dia pernah bertemu dan minta didoakan agar bisa dapat kepercayaan rakyat sehingga bisa jadi gubernur. Jika berhasil akan membantunya membelikan kursi roda dan merenovasi rumahnya. Kala itu Beni memberikan uang seadanya dan menjanjikan seperti itu. “Saat itu dia juga telpon dokter menanyakan jika lumpuh selama 30 tahun itu masih bisa dioperasi,” katanya. Saat itu ada juga ibu Sherly istrinya yang kini sudah jadi Gubernur,” tambahnya. Karena itu dia berharap agar Gubernur Sherly istri mendiang Beni Laos bisa mendengar keluhannya dan membantu memenuhi janji itu. Tidak itu saja dia juga berharap Bupati Halmahera Selatan Bassam Kasuba ikut membantunya.
“Saya berharap pemerintah daerah Gubernur dan Bupati bisa bantu saya,” tutupnya. (aji editor)