Halmaherapedia- Warga Sagea-Kiya tegas menolak operasi pertambangan PT Mining Abadi Indonesia (PT MAI). Sikap ini disampaikan setelah Bupati Halmahera Tengah (Halteng) Ikram Malan Sangadji bersama Wakil Bupati Ahlan Djumadi dan Sekretaris Daerah Bahri Sudirman mengunjungi Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara, merespons protes warga atas aktivitas tambang PT MAI pada Selasa (21/10) lalu. Ironisnya dalam kunjungan dan pertemuan tersebut hanya membahas mengenai ganti rugi dua unit mobil warga yang dirusak dan kompensasi atas lahan yang telah diserobot.
Juru Bicara Koalisi Save Sagea Mardani Legaye Lol menyatakan perjuangan warga Sagea dan Kiya bukan sekadar soal ganti rugi atas lahan yang telah diserobot perusahaan pun telah dirusak PT MAI. Lebih dari itu perjuangan menolak PT MAI adalah untuk menjaga ruang hidup, lingkungan, dan masa depan generasi Sagea.
“Kami warga Desa Sagea dan Desa Kiya secara bulat menolak operasi tambang PT MAI yang tidak hanya mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah leluhur, tetapi juga akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Jadi bila kehadiran Bupati hanya soal ganti rugi lahan warga tentu merugikan kami,” tegasnya kepada Halmaherapedia, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya dampak jangka panjang yang ditimbulkan aktivitas tambang PT MAI terhadap ekosistem vital di sagea seperti karst sagea yang memiliki luas kawasan mencapai 5.714 hektare, membentang dari Pegunungan Legayelol hingga ke wilayah Goa Boki Maruru dan Telaga Yonelo (Legayelol) akan sangat besar. Selain itu wilayah Sagea ini memiliki nilai ekologis yang tinggi. Tidak itu saja memiliki makna kultural dan spiritual yang dalam bagi masyarakat Sagea-Kiya.
“Karst Sagea adalah benteng kami, sumber hidup kami, dan tempat air kami berasal. Kami tidak akan tinggal diam jika tempat ini dihancurkan,” cecarnya. Dia bilang aktivitas PT MAI di Sagea telah melanggar pelbagai ketentuan hukum dan tata ruang. Terutama Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, Lampiran IV, halaman 264, menyebut Kawasan Karst Boki moruru (Sagea) sebagai satu dari tiga kawasan prioritas konservasi di Malut dan Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halteng 2024–2043, menetapkan wilayah Sagea sebagai Zona Kawasan Karst Kelas I, yang hanya diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian.
“Jadi kami tegaskan kembali, perlawanan warga Sagea-Kiya bukanlah semata-mata tentang tanah atau kompensasi. Ini adalah perjuangan mempertahankan kehidupan, lingkungan, dan identitas budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kami tidak akan tinggal diam menyaksikan tanah kami dirusak dan hak-hak kami diinjak-injak atas nama investasi dan kemajuan ekonomi yang semu,” pungkasnya.(adil)
















