Halmaherapedia- Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia sangat tinggi. Meski begitu banyak yang tidak tercatat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus kekerasan terhadap anak pada 2024 ada sekitar 21 ribu kasus. Dari angka ini dominan kasus adalah kekerasan psikis dan kekerasan seksual. Kasus seperti itu ada di semua wilayah Indonesia termasuk Maluku Utara (Malut). Di Maluku Utara sendiri Meski masih banyak kasus kekerasan anak tak masuk ke data nasional, lantaran tidak dilaporkan.
“Kalau 21 ribu anak mengalami kekerasan, artinya setiap jam ada dua anak mendapatkan kekerasan. Karena itu kami mendorong semua pihak lakukan pencegahan dengan serius,” tandas Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita saat ditemui Halmaherapedia, Selasa (29/7/2025)
Dian menyatakan, berdasarkan data Simponi Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) RI dari 21 ribu dari Maluku Utara (Malut) hanya 300 kasus. Jumlah ini tak sesuai realita jumlah kasus yang terjadi di lapangan. Sejumlah kasus kekerasan anak di Malut belum dilaporkan secara keseluruhan. “Terdata di KPPA Malut kecil, padahal banyak kasus yang terjadi. Ini menunjukkan kasus kekerasan anak masih belum terdata dan mendapatkan penanganan serius Pemda maupun Pemprov,”katanya.
Hal ini berdampak serius kepada anak yang menjadi korban karena tak dapat mengakses layanan kesehatan mental maupun layanan dari pemerintah. Data kekerasan anak yang tak sesuai kasus ini perlu perhatian. Terutama di setiap kabupaten/kota mesti ada layanan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Anak. Tujuannya mengantisipasi kasus terjadi banyak namun tak tertangani. Malut juga menjadi salah satu provinsi dengan usia kehamilan anak di bawah umur tertinggi. “Kami menemukan kehamilan anak di bawah umur meningkat dan terjadi di beberapa kabupaten kota. Tapi datanya sementara kami susun,” tambahnya.
Ia berharap dengan banyak kasus anak di Malut ada perhatian serius Pemda Kabupaten kota maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov). Terutama mengambil langkah mitigasi terhadap kasus yang terjadi dengan membentuk tim pencegahan kekerasan yang mendata semua kasus di 10 kabupaten kota. Juga perlu menghadirkan ruang edukasi bagi anak. “Masalah ini butuh konsen dan perhatian,” pungkasnya.(adil/aji)











