Ada Tambang, Konflik Agraria di Malut Terus Terjadi

Gubernur: Tanah Adat Butuh Disertifikatkan?

Daerah, Headline702 Dilihat

Halmaherapedia—Konflik agraria di Maluku Utara akan terus terjadi,  terutama antara masyarakat adat dengan industri ekstraktif tambang.  Karena itu butuh solusi penyelesaian yang komprehensif.  Hal ini disampaikan  Gubernur MalukuUtara Sherly Tjoanda,  saat membuka  kegiatan Rapat Koordinasi  Awal Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi Maluku Utara Tahun 2025, yang dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional Kanwil Provinsi Maluku Utara. Kegiatan yang dipusatkan  di Halmahera Room Bella Hotel,  Rabu (16/07/25) lalu   bertema “Sinergitas Lintas Sektor Dalam Rangka Penyelesaian Konflik Agraria Serta Optimalisasi Potensi Aset Dan Akses Yang Efektif Dan Berkelanjutan. Saat membuka acara itu  Sherly menyinggung beberapa hal, terutama masalah sertifikat  tanah yang sebagian besar belum dimiliki oleh petani termasuk tanah tanah masyarakat adat. Sherly  juga  menyinggung soal  maraknya konflik agraria yang terjadi akhir- akhir ini.

“Saat ini  di mana- mana dan terutama di Maluku Utara sering terjadi konflik antara masyarakat adat di pemukiman dengan mereka  yang mendapatkan izin tambang. Karena itu butuh  penyelesaian konflik agraria. Hal ini juga    Maluku utara adalah daerah tambang.  Permasalahan ini  sedang terjadi dan akan terus terjadi,” kata Gubernur Sherly.

Karena itu  katanya  dibutuhkan  solusi   konkret  dan komprehensif sehingga bisa meminimalisir konflik yang ada,  juga memberikan  win-win solution kepada kedua belah pihak, serta ada kepastian hukum dan  biaya bagi investor baru yang mau masuk.

Menurutnya, Pemerintah Pusat dan Daerah  berkolaborasi  memberikan kepastian hukum kepada petani kecil, masyarakat adat dan kelompok rentan dengan melakukan penataan aset. Selain itu  penataan akses, setelah mereka memiliki tanah.  “Kita berkoordinasi dengan  OPD terkait Perikanan, Pertanian, Dinas Perindag, Dinas Koperasi untuk memberikan   akses modal peralatan sehingga tanah yang tujuan awalnya membantu masyarakat kecil, dari tanah yang mereka miliki bisa  mengangkat  kesejahteraan mereka menjadi lebih baik.

Tanah Adat Perlu Disertifikatkan?

Soal adanya  tanah- tanah adat,  Gubernur  menyampaikan  hasil evaluasi selama 4 bulan ini, masyarakat adat tidak memiliki sertifikat atas tanah  yang mereka kelola sebagai  hak milik.   Kemudian karena mungkin juga tidak diatur di  dalam dokumen RT RW provinsi dan tidak ada datanya di Kementerian, sehingga diberikan izin pertambangan  kepada pihak swasta. Ketika pihak swasta mau memengelola tampangnya kemudian masyarakat adat  itu tanah mereka  sehingga harus ada ganti ruginya. Hanya saja   ganti rugi tidak bisa diberikan karena  tidak ada legal standingnya.

Dalam 4 bulan ini yang Pemprov bisa lakukan adalah memberikan ruang mediasi antara masyarakat adat dengan swasta,  memberikan ganti rugi. Ada beberapa daerah sudah punya Perbup yang mengatur tentang biaya ganti rugi  tetapi  ada beberapa daerah yang belum.

“Perlu dibahas, apa mungkin kita bisa masukkan dalam RTRW sekalian tanah adat. Apakah ada dasar hukum untuk kita bantu  legalkan. Mungkin tidak semua tetapi  secara bertahap, karena rata-rata tanah adat ini dimiliki oleh pihak Kesultanan,” katanya. Dari  4 kesultanan di Maluku Utara   dengan banyaknya tanah adat  yang  dimiliki  kita bisa  bantu  sertifikasi,   tentu dengan proses yang sesuai  undang-undang yang berlaku di negara Indonesia. Untuk membantu kemandirian keuangan kesultanan.  Tanah-tanah adat itu kemudian bisa disewakan, atau jika kemudian tumpang tindih dengan  tambang, ada dasar legal  dijual atau minta ganti rugi. Jika semuanya tercatat secara legal  akan mengurangi konflik di masa depan dan memberikan kepastian hukum serta kepastian biaya kepada investor baru yang mau masuk  mengurus perizinan tambang.

Selaku Ketua Tim Gugus Tugas Reforma Agraria dia katakan, berdasarkan Undang -undang nomor 62 tahun 2024 pada dasarnya, saat  ini ada upaya Negara membagi dan menata ulang tanah sehingga  tidak hanya dikuasai segelintir orang tetapi  adil kepemilikannya diberikan juga kepada  petani, masyarakat adat, nelayan, dan  kelompok rentan lainnya.(aji/edit)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *