Halmaherapedia—Dampak industry ekstraksi tambang, tidak hanya menyebabkan deforestasi dan kerusakan lingkungan secara umum. Dampak lain yang ditimbulkan terkait hilangnya ruang hidup masyarakat. DiMaluku Utara di pertengahan tahun 2024 diwarnai sejumlah konflik ruang yang melibatkan masyarakat tempatan dengan korporasi. Baik di sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan monokultur maupun kepentingan lainnya.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara meliat dampak yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di pesisir Halmahera (Oberera manyawa) dan yang mendiami hutan Halmahera (O’hongana mayawa) perlahan terusik.
Melalui rilis resmi yang dikirimkan WALHI Malut ke Halmaherapedia.com, adanya konsesi pertambangan seluas 75.422 hektar dari 28 IUP nikel yang berhamburan di bumi Halmahera, terutama di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah menimbulkan dampak cukup signifikan.
Bagi WALHI, Malut sebagai wilayah kepulauan yang memiliki hanya 24% wilayah daratan dan 76% perairan mestinya ketersediaan bentang alam, darat dan pesisir beserta isinya harus dilindungi negara. Bukan semata menggelontorkan izin yang kemudian memebani Halmahera dengan saat ini kurang lebih ada 146 IUP dengan total konsesi seluas 667.964,98 Ha.
Direktur WALHI Maluku Utara Faisal Ratuela dalam melalui rilis tersebut menyampaikan bahwa, perampasan ruang hidup (manga wowango) masyarakat adat di Halmahera terhadap indutsri pertambangan nikel tentu bermuara dari rencana energy kendaraan mobil listrik yang ditandai hadirnya kebijakan menghadirkan Proyek Stragis Nasional (PSN).
Dari kenyataan yang ada, di Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5/6/2024 lalu, WALHI menggelar aksi dan menyatakan sikapnya mendesak pemerintah melakukan beberapa langkah strategis. “Bagi WALHI tambang bukan solusi pembangunan. Karena itu pemerintah perlu menyelamatkan Maluku Utara dari krisis ekologi yang dialami saat ini,” katanya.
Dalam rilisnya WALHI turut mendesak pemerintah segera menyelamatkan ruang hidup orang Tobelo Dalam atau Ohongana Manyawa yang saat ini sangat terdesak akibat aktivitas industry tambang.
WALHI juga mendesak pemerintah menghentikan proses reklamasi di teluk Weda yang saat ini gencar dilakukan perusahaan industry tambang yang beroperasi di daerah itu.(aji/red)