Halmaherapedia— Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebutkan syarat suatu daerah mendapat penghargaan Adipura 2025. Beberapa syarat utama yang harus dipenuhi yakni pengelolaan sampah yang sudah baik. “Untuk mendapatkan Adipura, daerah harus memiliki jenis TPA terkendali atau TPA sanitasi . Kamudian pengelolaan sampah 25-50 persen, anggaran dan sarana prasarana cukup serta tidak ada TPS pembohong,” kata Hanif di Jakarta, Senin (4/8/2025) usai memberikan arahan kepada pemerintah daerah terkait Adipura 2025 di Jakarta. Kegiatan yang dihadiri juga para kepala daerah di Maluku Utara itu, Menteri menyampaikan bahwa setiap kabupaten/kota harus mencapai Predikat Adipura dan mendapat penghargaan tertinggi yakni Adipura Kencana. Penghargaan ini akan diberikan kepada kota/kabupaten melalui TPA Sanitary Landfill yang hanya menampung residu.

Dikutip dari Kantor berita ANTARA Menteri KLH menyebutkan bahwa syarat memperoleh Adipura Kencana hasil pengolahan sampah 50-100 persen dan tidak ada TPS pembohong. Jika tidak ada daerah yang memenuhi peringkat Adipura Kencana dipastikan tidak akan diberikan dalam acara penyerahan yang dilakukan tahun depan. Pihaknya juga akan memberikan pendampingan terhadap kabupaten/kota yang berpredikat Kota Kotor. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan perubahan dan mencapai target nasional 100 persen pengelolaan sampah pada tahun 2029.
“Katakan hari ini semuanya masih kotor.Tetapi kita tidak membiarkannya jadi kita redam terus,” kata Hanif.
Dia bilang predikat kota kotor akan diberikan kepada wilayah yang masih memiliki tempat penyimpanan sementara (TPS) dan juga tempat pemrosesan akhir (TPA) secara terbuka atau open dumping.
“Kota Kotor ini semua kota yang masih memiliki TPS pembohong itu pasti tidak bisa masuk sistem adipura langsung tertolak. Sehingga begitu ada TPS pembohong maka dia akan jadi kota kotor,” ujar Hanif.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023, total jumlah sampah mencapai 56,63 juta ton dalam periode tersebut. Dari jumlah itu sekitar 60,99 persen dinyatakan masuk dalam kategori tidak terkelola, termasuk yang ditimbun di TPA open dumping .
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meminta pemerintah daerah memiliki fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) dan Refuse Derived Fuel (RDF) diseimbangkan dengan total timbulan sampah di wilayah masing-masing.
Dalam arahan kepada pemerintah daerah (pemda) terkait struktur penilaian baru Penghargaan Adipura 2025 di Jakarta, Senin, Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif mengatakan, perubahan tata kelola harus dilakukan untuk mencapai target pengelolaan sampah 100 persen pada 2029 sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Jumlah TPS3R dan jumlah RDF harus sama dengan jumlah timbulan sampah,” tutur Menteri LH Hanif Faisal Nurofiq.
Pemda kabupaten/kota dapat memulai dengan perhitungan timbulan sampah harian dengan mengalikan jumlah penduduk dengan 0,5 kilogram. Dari jumlah tersebut, kata dia, maka dapat dihitung fasilitas TPS3R dan dan RDF yang dibutuhkan, dengan TPS3R rata-rata memiliki kemampuan menangani sampah sekitar 5 ton. Fasilitas itu sendiri cocok untuk kabupaten/kota dengan wilayah yang luas dan menyebar.

Sementara itu, fasilitas RDF dengan biaya operasional sekitar Rp200 ribu per ton dan nilai jual Rp300 ribu per ton akan cocok dengan pemda yang memiliki industri semen di wilayahnya. Untuk kota-kota besar, mau tidak mau, suka tidak suka, ini karena sampahnya sudah numpuk dan jadi masalah luar biasa, maka waste to energy ini menjadi pilihan,” kata Menteri LH Hanif.
Dia juga memperingatkan bahwa penggunaan fasilitas waste to energy atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) memerlukan anggaran yang besar, tidak hanya untuk pembangunan tapi juga operasional. Rencananya pemerintah akan mendorong pembangunan fasilitas itu di kota-kota strategis.














