Halmaherapedia– Warga yang mendiami desa induk Kawasi lama terus bersuara atas ketidakadilan yang mereka rasakan terkait pelayanan kebutuhan dasar dari perusahaan PT Harita Group. Dua kebutuhan dasar yang menjadi tuntutan warga untuk dipenuhi itu adalah soal air bersih dan penerngan listrik.
Untuk air bersih misalnya, warga menuntut agar air yang disalurkan ke warg Kawasi itu adalah sumber air yang diambil dari Danau Karo seperti yang digunakan oleh pihak perusahaan. Saat ini air yang disalurkan ke warga Kawasi itu diambil dari sumber air terjun yang bagi warga air itu sudah tercemar material tambang.
Tuntutan air bersih ini sejak bulan Maret 2025 lalu tetapi belum ada penjelasan yang detail soal air yang digunakan air yang diberikan kepada warga itu bersumber dari Danau Karo atau bukan. Karena air terjuan itu kami duga sudah tecemar. Kami menuntut air itu dari Danau Karo sebagaimana digunakan perusahaan,” kata Ahmad Sabar salah satu warga Kawasi. Meski sudah begitu lama tetapi sampai sekarang belum ada petunjuk misalnya perusahaan telah menarik pipa dari Karo untuk disalurkan ke warga. Mereka bilang bahwa sudh ditarik pipanya tapi warga tidak melihat adanya pipa yang terpasang. Padahal kalau benar pipa itu sudah terpasang mestinya mereka tunjukan kepada warga.
Sementara soal lampu juga sejak Maret 2025 lampu listrik yang disalurkan kepada warga itu belum juga normal. Sesuai tuntutan warga listrik itu menyala 24 jam seperti yang ada di perusaahaan. Sekarang ini llampu hanya hanya dari pukul 16.00 hngga pukul 07.00 pagi. Padahal tuntutan warga penerangan lampu itu mestinya sudah menyala 24 jam. Warga juga saat ini masih diminta untuk bertahan menggunakan genzet dari perusahaan sampai mesin untuk listrik bisa menyala 24 jam bisa diadakan. “Padahal tuntutan warga listrik itu kan harus menyala 24 jam seperti yang ada di perusahaan,” kata Ahmad. Dia bilang saat ini sedang ada pertemuan dengan pihak perusahaan untuk membicarakan masalah penerangan yang jadi tuntutan warga tersebut.
Ada satu isu yang beredar luas di mayarakat Kawasi bahwa pada Desember 2025 nanti kampung Kawasi sudah dipindahkan atau digusur. Hal itu yang saat ini membuat was was warga. Soal ini, juga diperkuat dengan surat yang diterima oleh warga dari perusahaan tertanggal 3 November 2025 perihal undangan Sarakia atau (Sarana Komunikasi Masyarakat). Dalam surat bernomor 13/SK/CSR/-SITE-HN-XI/2025 itu menginformasikan bahwa CR PT Harita akan mengadakan kegiatan Sarakia atara perusahaan dengan masyarakat desa Kawasi karena itu pihak perusahaan berharap kehadiran masyarakat. Dari 5 agenda rapat poin rapat kelima adalah Ressetlement. “Hal ini yang membuat masyarakat sangat was-was,” katanya.

Karena berbagai masalah tersebyt selama dua hari Jumat (14/11/2025) dan Sabtu (15/ 11/2-025) warga gelar aksi ke kawasan perusahaan yang berada tidak jauh dari desa Kawasi.
Puluhan warga yang mendatangi kawasan perusahaan menuntut agar masalah air bersih dan listrik di kawasan PT Harita Group bisa dinikmati oleh warga. Bahkan pada Sabtu, (15/11/2025) warga melakukan aksi boikot aktivitas perusahaan mulai pukul 10.20 WIT hingga Pukul 18.13 WIT. Boikot ini dilakukan di jalur Produksi Nikel PT. Harita Group. Aksi yang kedua kalinya ini dilakukan karena warga merasa tidak ada itikad baik yang dilakukan pihak perusahaan saat digelar pertemua dengan warga setelah aksi pertama Jumat (14/11/2025)
Nurhayati Nanlesi salah warga menyampaikan bahwa kesepakatan bersama pihak perusahaan adalah desa kawasi harus menikmati air bersih dan listrik yang ditanda tangani (hitam di atas putih) oleh toko agama, toko masyarakat dan pimpinan site harita group. Namun, pihak perusahaan mengabaikan kesepakatan tersebut.
Aksi boikot kurang lebih 8 jam itu sempat terjadi gesekan antara pihak keamanan dan warga Kawasi. Hal itu dipicu oleh beberapa oknum anggota TNI-Polri yang berupaya mengintimidasi Direktur Walhi Malut saat membela warga dalam proses negosiasi. Meskipun demikian, situasi normal usai pihak keamanan menarik diri lokasi aksi.
Manager Advokasi Tambang WALHI MUbaliq Tomagola mengatakan warga Kawasi selama hidup dalam ancaman krisis ekologis dan sosial akibat aktivitas industri ekstraktif di wilayah mereka. “Air bersih yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar justru hilang karena aktivitas perusahaan. Padahal air bersih yang menjadi tanggung jawab perusahaan hanyalah Greenwashing di mata publik dan mata IRMA,” ujarnya.
Mubalik juga menegaskan tindakan intimidasi dan upaya kriminalisasi terhadap WALHI tidak akan meredam perjuangan masyarakat Kawasi mendapatkan hak-hak mereka. “Kami kecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat. Pejuang lingkungan bukan penjahat, kami hadir memastikan masyarakat tidak diperlakukan sewenang-wenang. Jika aparat terus bertindak dengan cara seperti ini, jelas ada upaya pembungkaman terhadap perjuangan warga,” tambahnya.
Sanusi Samsir salah satu warga dalam orasinya mengungkapkan bahwa masyarakat sudah terlalu lama bersabar. Ia menilai perusahaan hanya menampilkan narasi kemajuan tanpa pernah memperhatikan dampak terhadap warga kawasi. “Kami tidak menginginkan lebih, hanya menolak diperlakukan seperti ini. Listrik dan air bersih saja tidak bisa diberikan, bagaimana mungkin kami bisa percaya Harita peduli terhadap lingkungan dan sosial di desa kawasi,” tegasnya.
Kordinator aksi, Ucok S, Dola juga menyampaikan bahwa pihak perusahaan tidak hanya mengabaikan kesepakatan, namun mengurangi ruang hidup dan ruang demokrasi warga. “Kami sudah berulang kali mengajukan dialog, yang terjadi justru intimidasi, bukan penyelesaian. Warga hanya ingin hidup layak di tanah sendiri, bukan menjadi korban demi kepentingan ekonomi negara” tegasnya.
Selain krisis air dan listrik, warga juga ingin memperlihatkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan kepada PT. Harita Group akibat debu industri yang terus meningkat selama 1 dekade terakhir. Sejumlah anak dan lansia mengalami infeksi saluran pernapasan turut hadir di tengah massa aksi, tetapi hingga masa membubarkan diri tidak ada langkah serius dilakukan pihak perusahaan. Kondisi ini memperkuat alasan warga terus melakukan aksi boikot sebagai bentuk perlawanan.
WALHI Malut yang mendampingi warga mengingatkan bahwa aksi ini ekspresi demokrasi yang dijamin Undang-undang. Pemerintah daerah dan aparat keamanan diminta bertindak netral serta tidak menjadi alat pembungkaman kepentingan korporasi. Mereka juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komnas HAM, dan Ombudsman RI turun tangan menyelidiki kasus pelanggaran hak dasar dan dugaan pembiaran oleh perusahaan.

Pihak perusahaan yang coba dikonfirmasi terkait adanya aksi warga dan isyu yang berkembang terkait penggusuran kampong kawasi ini tidak mendapatkan jawaban yang pasti. Anie Rahmi Corporate Communication Manager PT. Harita Nickel coba dikonfirmasi soal ini mengaku meneruskan pertanyaan Halmaherapedia ke salah satu Humas yang ada di lapangan. Hanya saja hingga berita ini dirilis belum ada tanggapan diberikan oleh pihak perussahaan. “Mohon maaf baru respon. Ini pertanyaan dari Mongabay kah? Apakah sudah kontak Klaus? Saya bantu teruskan juga ya,” katanya melalui pesan Whats APP.















