Transportasi Jadi Kendala Pengiriman Ikan ke Luar
Halmaherapedia– Persoalan serius tengah mengadang produksi perikanan di Morotai dan Maluku Utara umumnya. Terutama dalam penyediaan sarana angkut ketika ikan akan dikirim antarpulau seperti pulau Jawa dan daerah tujuan eksport. Banyaknya produksi ikan dari Morotai, tidak didukung sarana angkutan. Kalau pun ada hanya dalam skala kecil bisa sampai ke daerah tujuan. Ada usulan agar ada kapal khusus pengangkut ikan ke luar dari Morotai.
Baik ikan tuna loin, demersal maupun pelagis lainnya ketika diekspor hanya mengharapkan kapal tol laut yang melayari Morotai sekali dalam sebulan. Padahal potensi yang dimiliki mestinya tiap bulan ada ratusan ton ikan bisa dikirim ke luar.
Mayrudin Maende Ketua Koperasi Produsen Lintas Maluku Utara yang bergerak di bidang usaha perikanan di Kabupaten Pulau Morotai saat meneirma bantuan mobil berpendingin (termoking) Rabu (11/12/2024) dan pengoperasian perdana Kamis (12/12/2024) turut menyampaikan keluhan pengangkutan ikan dari Morotai.
“Dari Morotai hanya mengandalkan tol laut. Padahal di sini (Morotai,red) nelayan cukup banyak dengan hasil tangkapan melimpah. Begitu juga tersediaan cold storage bisa menyimpan sampai 850 ton. Sementara kemampuan mengirimkan ikan hanya 50 ton per bulan. Ini persoalan,” katanya saat ditemui di kantor Bupati Morotai usai pengoperasian perdana termoking.
Dia bilang, ketersediaan ikan begitu banyak tetapi distribusi hanya 50 ton per bulan atau hanya mengangkut 4 container refeer atau minimal 2. Pemerintah mendorong memacu dan memicu nelayan rajin menangkap ikan tetapi terkendala mengirimkannya. Rantai dingin bagus tetapi sarana pedukung kapal container tidak banyak itu jadi masalah. Karen itu dia minta pemerintah memerhatikan hasil tangkapan yang sudah tersimpan di fasilitas pendingin bisa bisa lancar terkirim tidak ada yang tertahan. Ada bahkan ikan yang berada di gudang pendingin tidak bisa terkirim. Ini persoalan utama dan perlu ditangani pemerintah.
“Kita sudah sampaikan beberapa kali ke pemerintah terutama BUMN seperti Pelni yang bertanggung jawab terhadap tol laut ini. Tapi belum juga ada jalan penyelesaian. Pemda juga sudah menyampaikan persoalan ini tetapi juga belum ada solusi. Kita berharap ada kapal pengangkut regular bisa masuk. Perlu penambahan tiap bulan 10 sampai 15 kontainer refeer disediakan tol laut,” harapnya.
Dia menyebutkan, tidak hanya kendala pengangkutan, di tingkat nelayan juga ada kendala seperti BBM dan es. Untuk BBM pertalite sulit dicari di tingkat nelayan dengan harga antara Rp15 ribu hingga Rp18 ribu. Memang katanya, informasi jatah nelayan ada 100 ton per bulan tetapi saat ini masih ada kendala didapatkan nelayan. Sementara nelayan sekali melaut bisa menggunakan BBM 50 liter bahkan mendekati 100 liter untuk nelayan tuna. Belum lagi harus ada oli. Dengan harga per liter mencapai Rp15 ribu jika nelayan minim tangkapan, mereka akan kehilangan modal. Karena itu saat melaut lagi akan keteteran modal. “Harapan kita BBM bersubsidi benar benar dirasakan nelayan dalam menjalankan aktivitas menangkap ikan. Tidak ada lagi yang memanfaatkan untuk keuntungan pribadi,”cecarnya.
Dia turut berharap kepada pemerintah provinsi dan kabupaten Morotai, daerah ini punya potensi perikanan luar biasa terutama pelagis besar dan kecil dan demersal yang berlimpah, harus didukung dengan menyediakan sarana prasarananya. “Fasilitas penyimpan ikan sudah memadai tetapi alat angkutan ikan keluar menjadi kendala juga menyulitkan nelayan maupun pengusaha bidang perikanan,” katanya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pulau Morotai Joppy Jutan mengakui kendala yang dihadapi terkait alat angkutan produksi perikanan dari Morotai ke luar Maluk Utara. Padahal berbagai sarana pendukung sudah dibangun di Morotai.
“Sejak 2023 2024 Morotai mendapatkan bantuan perikanan dari pusat ratusan miliar. Ada SKPT di Daeo, ada PPI di Tiley. Saat ini juga sedang dibangun fasilitas perikanan di Daruba Pantai kurang lebih Rp 9 miliar. Ada cold storage dan mobil berpendingin. Termasuk sarana yang dimiliki beberapa perusahaan swasta di sini. Termoking 6 unit, ada juga milik swasta totalnya 10 unit. Namun masalah terbesarnya adalah pengangkutan laut.
Terkait transportasi ini ada kaitan juga dengan Kemenhub. Karena itu dia menyarankan di Malut ini butuh kapal khusus pengangkutan ikan. Dia contohkan dulu saat Morotai belum dimekarkan sekali pengiriman ikan sampai 200 ton tetapi sekarang setelah jadi kabupaten kok tidak bisa sebanyak itu. “Masalah terbesar adalah konektivitas,” ujarnya. Dia berharap segera ada perhatian dan jalan keluar diberikan pemerintah pusat melaui Kemenhub RI. (aji/edit)