Membuka Tabir Siapa Otak di Balik Terbitanya 27 IUP  

Headline109 Dilihat
banner 468x60

Sebuah Pengingat, Setelah  Hampir Lima Tahun Mengendap

Di awal 2017 lalu, Maluku Utara dibuat heboh oleh  skandal terbitnya 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diduga menyalahi aturan dan prosedur. Semua pihak terperangah, bisa-bisanya IUP sebanyak itu diterbitkan  tanpa  melalui prosedur yang baku.

banner 336x280

Berbagai spekulasi mencuat. Ada yang menyebut  munculnya kasus ini tidak semata mata karena  lemahnya tata kelola pemerintahan. Lebih dari itu   diduga  “garong” perorangan atau juga berkelompok nekat merekayasa dokumen  itu.  Izin— izin ini akan mengeruk berbagai bahan mineral di perut bumi Halmahera dan beberapa pulau lain di Maluku Utara.  Isyu IUP bermasalah ini boleh dibilang heboh di awal, lalu redup di akhir.

Kurang lebih setahun ‘skandal’ ini menghebohkan  public Maluku Utara, lalu  dilaporkan ke KPK pada 2018. Ini setelah adanya Hasil kerja Pansus Hak Angket DPRD kala itu. Dari hasil Pansus menyimpulkan mantan Gubernur AGK  diduga menyalahi beberapa ketentuan perundang-undangan dan telah melanggar sumpah janji jabatan sebagai Gubernur.   Atas dasar itu, Pansus melaporkan dan meminta pimpinan DPRD menindaklanjuti hasil temuan itu ke penegak hukum. Prosesnya kemudian pada  26 Januari 2018 diadakan rapat khusus pimpinan dewan dengan Sekwan membuat surat pengantar pimpinan dewan ke aparat penegak hukum.

Laporan itu lalu disampaikan dua anggota DPRD Maluku Utara Sekretaris dan anggota Pansus Hak Angket 27 IUP pada 28 Februari 2018 dengan nomor agenda 2018-02- 000111 dan nomor informasi 95107 ke KPK. Usai itu, kasus ini redup entah di mana rimbanya.

Memasuki awal Mei 2024 harapan itu kembali membuncah. Tatkala kasus ini dihidupkan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dengan memanggil dan meminta keterangan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu  (DPM PTSP) Maluku Utara  Bambang Hermawan pada Selasa (7/5/2024).

Dalam kasus ini Tim Penyelidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) tengah menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara.  Pemanggilan ini berdasarkan 3 surat perintah penyelidikan, pertama Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Nomor: PRINT- 133/Q.2/Fd.2/03/2024 tanggal 19 Maret 2024. Kedua, Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Nomor: PRINT- 134/Q.2/Fd.2/03/2024 tanggal 19 Maret 2024. Ketiga, Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Nomor: PRINT- 135/Q.2/Fd.2/03/2024 tanggal 19 Maret 2024.

Berikut sejumlah IUP pertambangan yang diduga bermasalah tersebut, berdasarkan Sprindik Kejaksaan yang beredar di kalangan media. PT Alfa Fortuna Mulia, PT Halmahera Jaya Mining, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Mega Haltim, PT Trimega Bangun Persada, PT Budhy Jaya Mineral, PT Karya Wijaya Blok I.  Kemudian, PT Kieraha Tambang Sentosa, PT Mineral Trobos, PT Getsemani Indah, PT Fajar Bakti Lintas Nusantara, PT Kemakmuran Intim Utama Tambang, PT Bela Kencana, PT Wana Kencana Mineral yang diterbitkan oleh Gubernur Maluku Utara.

Selanjutnya ada, PT Karya Siaga Blok 2, PT Karya Siaga Blok 1, PT Halim Pratama, PT Dewi Rinjani, PT Shana Tova Anugrah, dan CV Orion Jaya.  Seluruh perusahan ini izinnya diterbitkan mantan Gubernur  Maluku Utara yang saat ini sedang menjalani  proses  di KPK.

Bambang dipanggil berdasarkan surat bernomor B-345/Q.2.5/Fd.2/05/2024 yang ditandatangani Asisten Pidana Khusus, Ardian.Dalam kasus ini tim penyelidik masih meminta keterangan terhadap pihak-pihak terkait.  Saat di kantor Kejaksaan Tinggi  Malut  kepada media saat door stop wartawan mengaku  tidak mengetahui pasti dugaan IUP yang bermasalah itu. Karena masih dalam tahap penyelidikan Kejaksaan. “Tidak ada kaitannya dengan PTSP. Soal 27 IUP itu dulu.  Penandatanganannya masih langsung oleh Gubernur. Nanti sekarang izin- izin baru melalui PTSP,” ujarnya.

Lalu seperti kisah  kasus 27 ini dimulai?

Sekadar diketahui,  Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada 2016 menerbitkan 27 Izin Usaha Pertambangan. Puluhan IUP itu disebut abal-abal sebab prosesnya tidak memiliki kajian teknis. Izin itu diterbitkan  berdasarkan Daftar SK Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba. Puluhan IUP yang diterbitkan itu hanya satu yang resmi dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Izin ini juga muncul saat  peralihan izin dari pemerintah kabupaten ke provinsi  seiring hadirinya   Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Di mana kala itu, izin tambang memasuki masa transisi dialihkan dari Pemkab ke Pemprov Malut.

Dari 27 IUP yang bermasalah itu, empat di antaranya dikeluarkan kepada PT Halmahera Jaya Mining Nomor: 198.5/KPTS/MU/2016  tentang IUP peningkatan operasi produksi, PT Budhi Jaya Mineral Nomor: 315.1/KPTS/MU/2016 tentang IUP Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, CV Orion Jaya Nomor: 303.1/KPTS/MU/2016 tentang persetujuan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi, dan PT Kieraha Tambang Sentosa Nomor: 282.1/KPTS/MU/2016 tentang peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi logam emas dengan luas areal 8.244 hektare. Puluhan IUP  ini dikeluarkan secara diam-diam oleh pemerintah provinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Abdul Gani Kasuba.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup atau DLH Provinsi Maluku Utara Ridwan Hasan kala itu, mengaku  sepanjang 2016 tidak pernah memproses dokumen izin lingkungan sebagaimana Daftar SK IUP yang dikeluarkan Gubernur. Dia mengakui  yang dia keluarkan sekitar 2 sampai 3 IUP. Begitu juga proses izinnya masih dalam kajian dan belum sampai sidang Komisi Andal, kala itu menjawab pertanyaan  media.

Dia jelaskan   seharusnya tidak ditandatangani Gubernur karena belum ada izin lingkungan. Dia bilang  proses IUP merupakan kewenangan Dinas ESDM, namun syarat utama izin eksplorasi harus disertai izin lingkungan. Yang membuat heran dan bingung meski belum ada proses pembuatan dokumen AMDAL dan lainnya rata-rata sudah masuk izin produksi, sehingga sudah harus ada dokumen izin lingkungan.

Sarifudin Manyila, mantan Kepala Dinas ESDM Maluku Utara kala itu berkilah, penerbitan SK 27 IUP yang diprosesnya itu telah dilakukan sesuai ketentuan UU.  Semasa dirinya menjabat mulai 24 Mei 2016 hingga berakhir  Jumat  14 Juli 2017, telah memproses 9 IUP. Sisanya dilakukan di masa mantan Kadis ESDM sebelumnya (Rahmatia). “Yang itu ada 18 IUP diproses dengan cara melakukan tanggal mundur pembuatan IUP. Itu istilahnya back date. Kita lakukan itu karena 18 IUP ini sudah tertahan lama dari 2015. Artinya supaya tidak ekspire (kadaluarsa) sehingga kita lakukan back date,” katanya.

Dia beralasan back date  itu sebagai langkah penyelamatan investasi yang sudah lama tertunda dan tidak diproses. Kebijakannya itu sekalipun belum ada izin lingkungan namun tidak masalah. Dia juga akui nama mantan Kadis ESDM Rahmatia dicatut dalam proses penerbitan 18 IUP namun tidak diberikan tandatangan.

“Jadi lihat dulu dokumen (Draf SK IUP Gubernur) itu baik-baik. Saya hanya menaruh nama beliau (Rahmatia) sekadar mengetahui, tetapi tidak ada tandatangan. Yang setelah itu diproses (ke Sekda, Biro Hukum dan Dinas PM PTSP) barulah diterbitkan SK,” katanya. Sarifudin bilang  yang dilakukannya itu murni mempertimbangkan usulan pihak perusahaan yang tidak diproses. “Kalau tidak diproses juga tidak melanggar aturan, tapi kasihan pihak perusahaan,” katanya.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Maluku Utara waktu itu  Nirwan MT Ali kala itu menolak diwawancarai wartawan. Dia mengaku tidak mengetahui 27 IUP tersebut. Saat ditanya mengenai penerbitan IUP yang tidak sesuai UU mengaku tidak tahu. Dia lantas meminta  langsung ke Inspektorat.  Kepala Inspektorat Bambang Hermawan juga menolak memberikan keterangan. Dia beralasan karena juga tidak tahu prosesnya.

Salmin Janidi  Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Maluku Utara waktu itu  juga sama  mengaku  proses 27 IUP  itu tidak melalui Biro Hukum.  27 IUP yang diproses itu tidak diketahuinya. Menurutnya, nomor IUP yang dikeluarkan melalui paraf koordinasi itu sebagian tidak dilakukan paraf koordinasi. “Karena itu saya telah memanggil staf untuk kejelasan penerbitan IUP ini. Jika benar terbukti ada nomor yang keluar tidak sesuai mekanisme saya akan laporkan ke pimpinan (gubernur),” katanya kala itu. (https://www.liputan6.com/regional/read/3014516/teka-teki-27-iup-abal-abal-di-maluku-utara-berujung-ke-kpk?page=2)

Berdasarkan penjelasan para pejabat kala itu mereka juga kelimpungan. Entah tak tahu menahu, atau ada sesuatu yang disembunykan.  Publik lantas menduga duga, siapa aktor di balik kasus ini?

Setelah proses ini kembali diulik dan dihidupkan Kejaksaan dengan meminta keterangan  yang  diawali Bambang Hermawan,  ada harapan membuncah. Semoga saja, tidak hanya ramai di awal kemudian redup di akhir.  

Penulis, Mahmud Ichi/wartawan Halmaherapedia.com  

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *