Halmaherapedia- Sektor perkebunan di kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Maluku Utara (Malut) mengalami masalah serius. Daerah lumbung pangan dan perkebunan seperti Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) dan Halmahera Tengah (Halteng) kondisinya kian tergerus akibat semakin banyaknya proyek hilirisasi pertambangan. Hal ini mendapatkan sorotan dari Kepala Balai Besar Perbenihan dan Perlindungan Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon, Kementerian Pertanian (Kementan RI) Kardiyono.
Kardiyono usai Rapat Koordinasi Hilirisasi Perkebunan di Malut yang digelar di Bela International Hotel, (28/10), menyatakan bahwa secara nasional maupun regional, pemerintah sebenarnya telah memiliki tata ruang yang jelas antara kawasan pertambangan dan kawasan pangan. Kawasan pertanian sendiri sesuai ketentuan dilindungi.
“Secara tata ruang, area pertambangan dan pangan industri ekstraktif sudah ada. Namun pelaksanaan kebijakan dan peran pemerintah daerah, terutama dalam perlindungan lahan masih minim,” ujar Kardiyono di Bela International Hotel Senin, (28/10).
Ditegaskan perlindungan terhadap lahan pertanian telah diatur melalui kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk mencegah alih fungsi lahan menjadi komoditas nonpertanian. Di Maba kebijakan tersebut merupakan bagian dari menjamin keberlanjutan pangan di daerah seperti Malut. “Keseimbangan itu penting. LP2B menjamin lahan pertanian tidak beralih fungsi. Untuk Pemda di daerah yang kawasan pertaniannya terancam punya peran besar dalam penerapan dan perlindungan,” ujarnya.
Kardiyono mengakui, persoalan lahan perkebunan dan pertanian di kabupaten dan kota seringkali terkendala oleh implementasi di lapangan. Meski telah ada peraturan daerah (Perda) mengenai LP2B, aktivitas tambang di kawasan ekstraktif tetap berpotensi mempengaruhi hasil pertanian. “Jadi ke depan Pemda perlu tegas soal masalah kawasan pertanian dan perkebunan yang tergerus,” pungkasnya.(adil)











