Madeka kaaa vs Merdeka

Sebuah Catatan Ringan di Hari Kemerdekaan

 
Halmaherapedia— Memiliki sebagian gen orang Galela, salah satu etnis di Utara Halmahera, saya banyak mendapatkan beragam cerita tentang orang Galela. Yang mengalir di tubuh ini  turun dari nenek atau ibu ayah saya. Mereka berasal dari Desa Toweka Kecamatan Galela Halmahera Utara. Moyang kami ini di akhir 1800 an mereka  berdiaspora ke Gane dan sebagian pulau Bacan  di Halmahera Selatan dan beranak pinak di sana.

Tapi cerita kali ini bukan tentang orang Galela dalam  hubungan geneaolgis itu. Cerita ini lebih pada, pertautan kata Madeka ka dan kedatangan Soekarno di pulau Bacan sekira tahun 1954. Kedatangan Sukarno di awal kemerdekaan di Maluku Utara kala itu berdasarkan beberapa sumber,  sempat  mengunjungi  kecamatan kecamatan di Maluku Utara mulai dari Ternate, Tidore, Makian Bacan dan Weda. Kedatangannya selalu diwarnai upacara dan pidato politik dan teriakan  kata Merdeka  terlontar sebagai penyemangat.
Dari kakak saya mengisahkan kembali cerita para tetua  dari Galela itu mengikuti upacara dan pidato   Sukarno di lapangan Merdeka Bacan Halmahera Selatan.

Berawal ketika terdengar kabar bahwa Presiden I Sukarno akan menggelar upacara dan pidato di hadapan warga Bacan. Karena agenda upacara dan pidato politik  itu, warga  kemudian   dimobilisasi sebagai perwakilan tiap kampung datang ke Labuha.  Beberapa hari jelang kedatangan Sukarno ke Bacan warga  dimobilisasi masuk ke Bacan. Mereka   menggunakan perahu dengan mendayung sampai tiba di Labuha.

Sebelum sampai di Labuha perwakilan warga  selalu diingatkan bahwa saat  mendengar pidato, dan saat Soekarno berteriak Merdeka maka semua menyahuti  dengan kata  Merdeka. Teriakan heroik ini selalu diingatkan sebelum mereka hadir  di lapangan  mendengarkan  pidato presiden. Kebetulan saja warga diaspora Galela di wilayah Bacan bagian Timur itu  turut ambil bagian. Karena itu diutuslah beberapa orang ikut  menghadiri upacara tersebut.

Dari puluhan orang yang akan hadir dalam peristiwa  bersejarah itu, ada satu bapak yang punya masalah dengan pendengaran. Karena itu dia mendengar kata Merdeka itu disamakan  dengan satu kata Madeka kaaa. Jika  dalam bahasa Galela memiliki arti  “sudah lama”.

Singkat cerita ketika tiba waktu Soekarno datang ke Bacan  dan mereka    berbondong bondong ke lapangan merdeka mendengarkan pidato,saat itu peristiwa teriakan mandeka ka muncul. Saat Soekarno berpidato dan mengawali dengan  pekikan  merdeka, ribuan orang yang hadir  berteriak merdeka. Namun sial peserta upacara dan pidato Soekano,yang punya masalah dengan pendengarannya  tidak ikut berteriak.  Dia tidak merespon apa yang dipekikkn  Soekarno.

Saat semua hadirin sudah selesai meneriakkan yel yel merdeka, ada kawan yang  mencolek orang pria yang punya masalah pendengaran dan menyuruhnya  berteriak. Sekejap pekikan itu disambar dengan teriakan   Madeka Kaaaaaaaaa. Bukan Merdeka. Madeka ka   Itu artinya  sudah lamaa. Seketika suasana menjadi hening karena teriakan itu. Sebagian tertawa sebagian lari keluar dari lapangan. Meski begitu pria yang berteriak Madeka kaa biasa saja karena merasa benar yel-yel yang diteriakkan. Dia  sadar setelah diingatkan  usai  upacara dan pidato Sukarno.

Apa boleh buat. Nasi sudah jadi bubur teriakan itu juga sudah berlalu dan mereka akhirnya pulang ke kampung membawa cerita lucu  dan rasa  bangga bahwa, dalam hidup mereka sudah  menyaksikan langsung tokoh proklamator itu  berpidato. Meski terselip rasa lucu namun cerita ini seperti awet dikisahkan  turun temurun warga  oleh kampung.

Dalam konteks ini,  pekikan  Madeka kaaa  bukan Merdeka  terdengar punya kemiripan diksinya. Namun dua kata  itu  memiliki perbedaan makna bagai  langit dan bumi. Kata Madeka ka memiliki makna sudah lama dan Merdeka berarti bebas dari  segala bentuk penjajahan, baik secara fisik maupun pemikiran  dan gagasan.Meski berbeda makna  dalam hubungannya  dengan HUT Kemerdekaan 17 Agustus 2025 yang sedang dirayakan, bisa saling dikaitkan. Yakni Kemerdekan yang sudah lama dirasakan yakni sudah 80 tahun. Kata Merdeka dan Madeka ka  bisa saj memiliki khasanah interpretasi yang berbeda tergantung masing-masing orang memaknainya. Tetapi  sesungguhnya makna kemerdekaan saat ini memicu dua  diskursus. Yakni apakah benar benar kemerdekaan  yang telah lama datang    itu  hanya ucapan belaka atau benar dibuktikan.

Pasalnya di balik kata Merdeka  yang  sudah 80 tahun ini,   masih terselip kepura-puraan. Terutama para  elit negeri yang  menjalankan pemerintahan dan pelayanan kepada publik. Bahwa merdeka  dan bebas dari penjajahan Belanda itu nyatanya adanya. Tetapi kemerdekaan dalam konteks kehidupan warganya yang sudah sepuh menyentuh 80 tahun   masih banyak diperdebatkan kondisi rakyatnya.  Sebagian orang berteriak merdeka dengan umbul umbul, makan kerupuk, panjat pohon pinang dan lari karung. Tetapi sebagian lain di bumi Indonesia seperti Halmahera, orang berteriak tak merdeka karena lahannya terampas koporasi,  lingkungan  rusak  dan menjadi  model penjajahan baru.

Sarana  seperti jalan untuk membuka akses  warga misalnya,  masih jauh dari harapan. Sebagai sarana urgen penopang kehidupan,  dalam membuka  akses jalan  ke pusat-pusat pasar dan pemerintahan, masih jauh dari harapan. Jalan jalan itu sudah nyaris berpuluh tahun tak tertangani.

Situasi  ini bisa disaksikan di sebagian Halmahera  dan pulau-pulau lainnya di Maluku Utara. Sebut saja di  Obi, Taliabu Sulabesi, Bacan hingga gugusan pulau kecil lainnya yang berpenghuni.

Akhirnya, semoga kata  merdeka bukan menjadi pemanis bibir. Sebab kata  yang ramai diucapkan itu,  diawali dengan menenun  lembar per lembar kain dari medan juang.  Madeka kaaaa.

Panjang Umur Perjuangan, Merdeka  yang  Madeka kaaaa 

Penulis;Mahmud Ici,  Wartawan Halmaherapedia.com menggeluti isu Kampong- kampong   

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *