126 tungku kayu besar sebagai tempat pemanggangan ikan, berjejer di jalan utama hingga ke tepi pantai kelurahan Dufa-dufa Kota Ternate Maluku Utara Senin (6/10/2025). Tungku berdiri dengan bahan bakar kayu dan sabut kelapa itu digunakan untuk fufu (mengasapi,red) ikan cakalang. Acara mengasapi ikan cakalang secara massal ini dilakukan dalam Festival Nyao Fufu (ikan asap,red) sejak pagi hingga siang.
Nyao fufu adalah salah satu tradisi memasak atau mengawetkan ikan yang dilakukan warga Ternate dan Maluku Utara secara turun temurun. Kelurahan Dufa-dufa sebagai salah satu kampong/kelurahan nelayan di Kota Ternate melestarikan tradisi nyao fufu atau ikan asap tidak hanya untuk konsumsi tetapi juga usaha ekonomi produktif. Masyarakat di Pantai Dufa dufa juga turut menjaga dan melestarikan tradisi pesisir hingga kini.
Dimulai dengan ikan cakalang yang sudah disiapkan, dibelah dan dibersihkan. Kemudian dijepit dengan bambu yang sudah diraut lalu diikat. Jika sudah siap, ikan yang siap diasapi selanjutnya diletakkan di atas tungku pemanggangan dengan bara api dari kayu dan sabut kelapa. Warga bahu-membahu tua muda turun ke jalan mengasapi ikan yang sudah disediakan. Ikan itu diasapi secara massal sekitar 3.000 warga dari jalan utama hingga ke ujung jalan tepi pantai ke Taman Jole Majiko atau tak jauh dari ujung Selatan Bandara Baabullah Ternate.
Mereka serentak mengasapi ikan yang sudah tersedia. Setiap tungku pemanggangan mengasapi 20 hingga 50 ekor ikan dan dikawal 5 sampai 10 warga. Proses nyao fufu ini hingga matang berlangsung kurang satu jam tergantung bara api yang disiapkan. Setelah ikan fufu matang warga menyediakan nampan dan aneka makanan pangan lokal untuk dicicipi bersama. Tak hanya itu nyao fufu juga dibagikan ke pengunjung yang berdatangan secara gratis yang menyaksikan festival.
Kegiatan ini memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan mengasapi 6,42 ton ikan atau lebih dari 5470 ekor ikan cakalang sepanjang 1 kilometer jalan . Ikan-ikan yang diasapi merupakan hasil partisipasi kelompok nelayan setempat yang disumbangkan untuk acara ini.

Ridwan Safar, warga Dufa- dufa mengatakan, distribusi ikan untuk festival tahun ini mencapai 6 ton. Ini bukan sekadar pesta kuliner, tapi juga upaya memperkenalkan potensi kampung nelayan Dufa- Dufa kepada masyarakat lebih luas.
“Kami ingin Dufa-dufa dikenal bukan hanya karena ikannya, tapi juga karena semangat warganya menjaga tradisi. Karena itu Festival ini kami hidupkan dengan budaya bahari yang sudah lama dijalankan,” ujarnya di sela sela acara. Dalam festival ini seluruh pengunjung dipersilahkan menikmati ikan asap yang telah dibakar secara gratis. “Siapa saja yang mau makan silahkan ambil,” katanya.
Ketua panitia Festival Sukarjan Hirto mengatakan, tujuan kegiatan ini adalah mengangkat potensi ekonomi masyarakat, tradisi dan budaya maritime serta pesisir, terutama yang ada di Kelurahan Dufa-dufa. Hal ini karena mata pencarian warga sebagai nelayan. Semangat festival ini juga katanya, adalah merayakan dan membudayakan tradisi leluhur yang menjadi identitas warga pesisir Ternate. “Kita juga, mengangkat potensi masyarkat Dufa-dufa yang berdiri di atas tiga pilar utama ekonomi perikanan, budaya masyarakat dan kekayaan maritime. Dalam konteks ini yang disasar adalah nilai kebahariannya,” ujar Sukarjan.
Dia bilang, bagi kami masyarakat nelayan Dufa- dufa festival ini tidak sekadar seremonial, tetapi upaya masyarakat membangun nilai budaya ekonomi yang bersumber dari kearifan local. Festival selama sepekan sejak 2 hingga 8 Oktober 2025 itu mengusung tema “Ikan Fufu Lokal, Ekonomi Berkelanjutan” sebagai komitmen memperkuat ekonomi maritim masyarakat pesisir. Festival ini juga mendapatkan dukungan penuh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan diharapkan menjadi event bertaraf nasional bahkan internasional.
“Kami ingin menunjukkan bahwa ini bukan sekadar pesta kuliner, tetapi bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Dufa-Dufa,” ujar Sukarjan. Saat pembukaan kegiatan, panitia juga menyiapkan pertunjukan tarian kolosal melibatkan 150 orang. Selain itu pra iven, digelar tradisi ziarah ke makam leluhur dan auliyah serta pelaksanaan ritual Sou Gam (mengobati kampong,red). Kegiatan ini sebagai bentuk melindungi kampong dan wilayah dari musibah dan bencana.
Dia berharap, apa yang diinisiasi warga ini menjadi momentum penting mempromosikan Maluku Utara ke panggung dunia. Diharapkan tidak hanya satu kali penyelenggaraannya, tetapi berlanjut setiap tahun sebagai kalender tetap pariwisata nasional.
“Melalui festival Nyao Fufu kami harapkan dapat menjadi identitas Ternate di mata dunia. Dari Dufa-Dufa,ikan fufu bisa mendunia, sekaligus mengangkat ekonomi masyarakat nelayan,” harapnya.
Selain kuliner, festival ini juga dirangkai dengan pameran UMKM, atraksi budaya, hingga forum ekonomi lokal. Dengan sentuhan tradisi dan semangat modernisasi, diyakini mampu menjadi jembatan antara kearifan lokal dan potensi global.
Asisten Deputi Pengembangan Produk Wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Itok Parikesit, mewakili Kementerian Pariwisata, mengapresiasi terselenggaranya kegiatan tersebut. Festival Nyao Fufu ini merupakan bentuk inovasi daerah memadukan potensi seni, budaya, dan pariwisata bahari. “Festival ini bisa menjadi daya tarik wisata nasional bahkan internasional, serta berkontribusi pada perputaran ekonomi masyarakat pesisir,” ujar Itok.
Sementara Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, mengatakan bahwa pemerintah provinsi akan terus mendukung kegiatan rakyat berbasis potensi lokal. Festival Nyao Fufu merupakan wujud nyata kolaborasi masyarakat, pemerintah, dan pelaku budaya untuk memajukan sektor ekonomi kelautan. “Kegiatan ini adalah kerja nyata membuka akses masyarakat nelayan agar laut kembali menjadi sumber pendapatan berkelanjutan,” kata Sarbin.