Halmaherapedia- Hidup Warga Diaspora Maluku di tanah Sumba – Nusa Tenggara Timur, terbilang menarik. Pasalnya, meski sudah tiga sampai empat generasi lahir dan berada di tanah Humba atau Marapu, tapi tak melupakan negeri asal para tetua mereka.
Hidup jauh dari tanah leluhur, diantara mereka tetap menjaga persaudaraan, dan kekeluargaan. Tak membedakan kelompok, suku, agama dan asal pulau tapi menyatu dalam satu nama asal moyang, tanah Maluku.
Mereka yang bergabung di dalam paguyuban ini berjumlah hampir 450 orang, dari berbagai wilayah di Maluku seperti Ambon, Maluku Tengah, MaLuku Tenggara maupun dari Maluku Utara, dan pulau-pulai lainnya yang ada di Maluku.
Ikatan keluarga ini ada di Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.
Sebagai wujud kebersamaan itu, dibentuklah Ikatan Keluarga Maluku (IKEMA) di Pulau Cendana, yang telah berdiri kurang lebih 50 tahun lamanya.
Organisasi Kekeluargaan ini sekarang diketuai oleh Jacob Jeffry Supusepa SH.
Jacob sendiri saat ini menjabat sebagai kepala Dinas Perumahan Rakyaat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Sumba Timur, serta Sekretaris IKEMA, Fekky Parinussa, A.Ma.Pd.OR, seorang Guru yang bertugas di Waingapu Sumba Timur.

Fekky bercerita, orang-orang Maluku yang kini beranak pinak di Waingapu Sumba Timur, mulanya adalah para Pegawai Pemerintahan, Guru, Pendeta, Hakim, Polisi dan Tentara yang ditugaskan ke Sumba. Setelah itu mereka menetap di Pulau ini.
Meski nyaris sudah tidak pulang ke Maluku, rasa kekeluargaan itu masih kuat dan kemudian mereka bentuklah paguyuban tersebut.
Ikatan Keluarga Maluku (IKEMA) ini berdiri pada 1974, dan masih berjalan sampai saat ini.
IKEMA tidak hanya melakukan kegiatan dipaguyuban tetapi juga ikut memperhatikan keluarga besar Maluku yang datang atau mengunjungi pulau Sumba.
Contohnya, saat rombongan dari Maluku Utara menghadiri kegiatan Pertemuan Nasional Likungan Hidup (PNLH) KE XIV WALHI di Waingapu Sumba Timur, juga diberikan pelayanan dan perhatian yang luar biasa. IKEMA juga ikut serta memberi sumbangsih pembangunan di Kota Waingapu dan Sumba Timur umumnya dalam berbagai hal.
Terkait berdirinya Paguyuban Diaspora Maluku, salah satu sesepuh Maluku, Ranny Dalle menceritakan, berdasarkan cerita orang tuanya, Paguyuban ini berdiri pada tahun 1974. Hingga kini suda hampir 50 tahun tetap eksis dengan berbagai kegiatan kekeluargaan yang dilakukan.
Beliau bercerita IKEMA ini awalnya diinisiasi oleh salah satu polisi asal Ambon yang bertugas ke Waingapu bernama Tinus Rengreng Ulu. Opa Tinus kala itu menjadi Wakapolres di Sumba Timur. Hingga kini sudah sekitar 6 kali pergantian Ketua IKEMA dan Paguyuban ini masih tetap eksis dengan berbagai kegiatannya.
Ranny Dalle sendiri, sudah lahir dan besar di Waingapu. Leluhur pertama yang datang di Waingapu adalah kakeknya, yang dulu adalah tentara KNIL. “Dia dikirimkan Belanda ke sini,” katanya. Meski belum pernah ke Maluku, rasa kebersamaan dan kekeluargaan dengan suadara-sauadara diaspora begitu kuat.

Sekretaris IKEMA Fekky Parinussa menceritakan, di dalam IKEMA yang paling dijunjung tinggi adalah kekeluargaan, persaudaraan dan toleransi. Tidak itu saja menjaga adat dan tradisi leluhur dari tanah Maluku dengan membentuk Sanggar Tarian Maluku yang dinamakan SANGGAR SENI PATTIMURA MUDA. Sanggar ini sering diundang untuk mengisi acara tari-tarian dalam acara Pernikahan atau acara hari raya kenegaraan. Dan bukan hanya itu saja, merekapun membentuk satu club’ sepak bola remaja yang juga dinamakan Pattimura Muda.
NTT pada umumnya dan khususnya Sumba Timur adalah tempat yang paling tinggi menjaga toleransi umat beragama. Bahkan di Sumba Timur, telah bertahun-tahun melaksanakan Pertandingan Sepak Bola dan Bola Voli antar Umat Beragama.
“Kita ingat seperti pada peristiwa tahun 1998, dimana-mana bergejolak dengan demonstrasi, penjaharan, pembakaran rumah ibadah, pembunuhan, penculikan dan sebagainya, namun di NTT – Sumba tetap aman terkendali, karena tingkat toleransi dan hubungan keluarga yang tetap dijaga,”kata Fekky.
Dalam setiap perayaan hari hari besar keagamaan misalnya, antar keluarga saling mengunjungi baik Natal maupun hari raya Idul Fitri, dan sebagai wujud persaudaraan itu tidak lepas, pada setiap bulannya dilaksanakan Arisan Keluarga IKEMA, yang pelaksanaannya setiap bulan berpindah-pindah rumah tangga penerima Arisan.
Khusus peran dan kiprah Keluarga Maluku selain arisan, hingga acara kekeluargaan, juga saling menjaga dan mengunjungi.
Yang paling menonjol pihak IKEMA bahkan membentuk sanggar sendiri yang menampilkan berbagai tradisi Maluku seperti nyanyi, tari dan berbagai adat istiadat lainnya.
Keluarga Maluku ini juga setiap tahun memperingati Hari Patimurra sebagai sebuah simbol dan semangat perjuangan yang dilakukan Patimurra. Anak cucu Diaspora Maluku juga ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan seni dan budaya untuk berbagai agenda daerah.
“Dalam konteks politik IKEMA juga sudah memutuskan tidak membawa-bawa Paguyuban ke dalam urusan politik. Hal ini juga telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, agar keutuhan, kerukunan, serta persaudaraan itu tidak rusak akibat ditunggangi para oknum politik,” jelas Fekky.(*)