Banda Aceh, 09/12 (ANTARA) – Matahari baru saja merekah dari ufuk timur ketika sebuah truk merah berhenti di deretan pertokoan Gampong Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
Kawasan ini masih menyisakan luka akibat banjir bandang dan longsor yang menghantam ratusan rumah pada Rabu dini hari, 26 November 2025.
Dari kendaraan lain di belakang truk, dua pria berseragam hijau tua turun sambil membawa tongkat gancu. Tanpa bicara, mereka naik ke atas truk dan menunggangi dua gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) yang berdiri tenang di atas truk.
Di pagi selasa pagi (8/12) itu, dua gajah bernama Mido dan Ajis diarahkan oleh Mahaout (pawang) untuk turun dan melangkah menuju belakang pertokoan, menyusuri rumah-rumah penduduk.
Kedatangan hewan raksasa ini sontak membuat jalanan sesak. Warga dari berbagai usia, baik orang tua hingga anak-anak bergegas keluar rumah, mengikuti langkah gajah dengan penuh rasa ingin tahu.
Mereka mengiringi Mido dan Ajis hingga ke tumpukan besar puing kayu yang berserakan, kayu-kayu yang terbawa arus deras dari sungai di seberang desa tersebut.
Puing itu menjulang hampir setinggi 1,5 meter. Berbagai jenis kayu, dengan ukuran tak beraturan, menutup jalan desa dan sebagian halaman rumah warga setempat. Pemilik rumah sudah tak bisa lagi menempati kediamannya.
Gajah-gajah jinak terlatih ini dikirim oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar. Mereka didatangkan untuk membantu membersihkan material kayu yang menumpuk setelah banjir bandang menerjang.
Setibanya di titik pembersihan sekitar pukul 09.00 WIB, para mahaout langsung memberi aba-aba. Dengan belalai dan tenaga besar mereka, Mido dan Ajis mulai memindahkan kayu satu per satu dari jalan desa dan halaman rumah warga.
Kepala KSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, mengatakan bahwa seluruh gajah yang dikerahkan telah terlatih untuk situasi seperti ini.
“Gajah terlatih yang kita bawa ini sebanyak empat ekor, dan semuanya dari PLG Saree,” kata Hadi.
Menjelang siang, dua gajah lainnya, yaitu Abu dan Noni yang menjadi satu-satunya gajah betina dalam rombongan, tiba untuk membantu. Keempatnya bekerja hingga sore hari.

Namun, tumpukan kayu itu ternyata hanya bagian luar dari masalah. Di bawahnya, tanah padat dan lumpur yang terbawa banjir telah menutup sebagian besar rumah warga.
Banyak rumah yang kini tertimbun hingga setengah badan, memunculkan pemandangan yang cukup memprihatinkan di tengah desa yang sebelumnya cukup indah dipandang.
Berpengalaman saat tsunami
Keempat gajah ini bukan kali pertama dibawa membantu menangani bencana, bahkan sebelumnya mereka terlibat dalam menangani musibah yang lebih besar, yaitu gempa dan tsunami Aceh 2004 silam.
“Kala itu, banyak korban-korban yang ditemukan dan dievakuasi oleh gajah dari puing-puing pasca tsunami Aceh. Jadi bukan hanya seekor yang berpengalaman, tetapi keempat ekor gajah tersebut,” katanya
Dirinya menjelaskan, empat ekor gajah jinak tersebut melakukan pembersihan puing kayu atau lainnya pasca bencana, sasarannya adalah lokasi yang tidak bisa dilewati alat berat.
“Kita target pembersihan di lokasi terdampak banjir bandang di Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya,” ujarnya.
Ia menuturkan, gajah-gajah ini membantu membersihkan material yang tersangkut di rumah-rumah penduduk, terutama untuk membuka akses jalan menuju rumah warga yang sudah tertimbun bekas banjir.
Kemudian, gajah nantinya juga bakal membantu evakuasi apapun yang ditemukan di lokasi, termasuk korban manusia. Selain itu, gajah juga dapat digunakan untuk mengantar logistik kepada para korban banjir di Pidie Jaya.
Untuk durasi, direncanakan berlangsung selama tujuh hari, mulai dari 8 hingga 14 Desember 2025.
Sejauh ini gajah-gajah tersebut hanya fokus membantu penanganan bencana di Pidie Jaya terlebih dahulu, mengingat akses ke kabupaten lainnya belum bisa ditembus.
“Sejauh ini belum ke daerah lainnya , karena masih perlu survei dan akses ke kabupaten lain belum bisa dijangkau. Ke depan, jika diperlukan, kami siap membantu,” kata Hadi Sofyan.
Terbantu
Dari empat rumah yang tertimbun puing-puing kayu itu, satunya milik Alatif Rusli (50), ia bersama istri dan mertuanya berhasil selamat dalam banjir bandang akhir November lalu tersebut.
Muka Alatif terlihat lesu, matanya terus menatap belalai gajah yang mengangkat puing-puing kayu dari halaman rumahnya. Namun, ia bersyukur sudah ada yang membantu.
“Alhamdulillah, dengan adanya gajah ini sudah sangat membantu, nanti untuk pembersihan lanjutan semoga ada yang bantu lagi,” katanya.
Alatif menceritakan, pada Selasa malam (25/11), di tengah hujan deras, ia melihat air mulai naik ke halaman rumah, tetapi mereka sekeluarga tetap bertahan karena mengira hanya banjir biasa.
Lalu, ketika jam menunjukkan pukul 03.00 WIB, air dari sungai diseberang rumahnya mulai tinggi dengan membawa kayu-kayu patahan, akhirnya mereka menyelamatkan diri.

Mereka sekeluarga kabur dari kepungan banjir dengan memanfaatkan puing-puing kayu yang melewati pintu rumah.
Mereka memegangnya erat agar tak tenggelam, hingga akhirnya Alatif dan sekeluarga selamat setelah berhasil menjauh hingga ke jalan utama.
“Caranya kami selamat dengan memegang kayu-kayu banjir, itu membawa kami ke jalan besar yang air tidak deras lagi,” ujarnya.
Dia berharap, setelah kayu-kayu dibersihkan, pemerintah atau relawan manapun mau membantu untuk membersihkan tanah yang juga menutup rumahnya.
“Selanjutnya kalau ada bantuan membersihkan tanah kita sangat bersyukur. Kita mohon agar dibantu, atau membantu kami dibuatkan rumah baru, karena ini satu-satunya harta,” katanya.
Kini, Alatif tinggal sementara di tenda pengungsian dengan sehelai pakaian yang kini digunakan. Seluruh barang tidak berhasil diselamatkan.
Kalaupun tidak ada yang membantu, Alatif akan berjuang sendiri membersihkannya, dan berusaha memperbaiki kembali rumah sedikit demi sedikit.
Baginya, ini adalah musibah yang harus diterima dengan lapang dada.
“Kalau tidak ada yang bantu, ya sudah ngak apa-apa. Ini musibah bagi saya. Harapannya hanya kepedulian dari pemerintah. Saya terus berusaha dan berdoa,” kata Alatif.
Di antara suara belalai yang mengangkat puing, seruan mahaout, dan mata Alatif yang tak henti menatap gerak gajah, kehadiran empat hewan besar ini membawa secercah harapan baginya.
Di tanah yang baru saja diterjang bencana banjir bandang itu, gajah-gajah terlatih itu menjadi uluran tangan kuat yang membantu masyarakat bangkit kembali.
Oleh: Rahmat Fajri
Editor : Dadan Ramdani











