Halmaherapedia— Pembuatan berbagai jenis pangan lokal serta tradisi yang dipraktekkan masyarakat Halmahera Timur turun-temurun, menjadi penanda mereka punya ragam karya intelektual. Hal ini juga mengandung unsur warisan budaya yang terus dikembangkan dari generasi ke generasi.
Ada beberapa pengetahuan tradisional yang masih dipraktekkan. Misalnya, Ette Mobon atau pembuatan sagu maba, gohu bia (kerang) boki (wir-wor dur) sampai tradisi meminta petunjuk kepada tetua (mpyake syarat).
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum) Malut, Budi Argap Situngkir dalam keterangan resminya menyampaikan bahwa saat ini timnya tengah menginventarisir seluruh kekayaan intelektual komunal (KIK) di Malut yang akan dilindungi melalui pencatatan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum.
KIK tersebut di antaranya seperti pengetahuan tradisional masyarakat yang terus dipertahankan secara turun temurun. Pengetahuan tradisional merupakan karya intelektual yang mengandung unsur warisan budaya, dihasilkan, dikembangkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi oleh komunitas atau masyarakat tertentu.

“Sinergi seluruh pihak, khususnya pemerintah daerah dan komunitas masyarakat sangat penting dalam upaya perlindungan kekayaan intelektual komunal,” jelas Argap, Rabu (3/12) lalu.
Analis Kekayaan Intelektual Madya, Mohammad Ikbal bersama tim saat berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Haltim menyampaikan inventarisasi ini menjadi langkah awal proses pendaftaran KIK secara resmi ke DJKI Kemenkum.
“Pendataan yang akurat, dapat membantu masyarakat memperoleh hak perlindungan hukum atas warisan budaya mereka, sekaligus membuka peluang pemanfaatan ekonomi kreatif,” tuturnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Haltim, Muhtar Hi. Muhammad menyampaikan selain Sagu Maba dan Gohu Bia Boki, terdapat beberapa Kekayaan Intelektual Komunal yang akan diusulkan Pemkab Haltim untuk dilindungi melalui pencatatan Kemenkum. Dia bilang terdapat banyak ekspresi budaya tradisional di Haltim seperti egen lingin (tradisi meratakan kuburan), hadiat smengit (tradisi mengirimkan doa untuk arwah atau orang yang telah meninggal), tcung yebey peo (tradisi memasuki rumah baru), dan arwahan gamrange (ritual menghubungkan manusia dengan arwah para leluhur).“Ini budaya tradisional yang masih bertahan secara turun temurun. Hal ini penting untuk dilindungi agar tetap lestari,”ungkapnya.










