Halmaherapedia— Buruknya layanan dan manajemen Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Hasan Boesoerie (ChB ) mendapat perhatian dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku Utara. Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman Maluku Utara, Alfajrin A. Titaheluw menyampaikan bahwa, habisnya stok cairan cuci darah (dialisis) bagi pasien gagal ginjal, stok Hb yang dilaporkan menipis, hingga ada pasien dirujuk ke rumah sakit lain di Maluku Utara, seperti RSUD Tidore Kepulauan dan RSUD Tobelo, adalah persoalan serius.
Atas nama Ombudsman menyayangkan buruknya manajemen rumah sakit dalam mengantisipasi kekosongan kebutuhan dasar medis. “Rumah sakit, bukan layanan administratif seperti Dukcapil. Ketika stok habis, nyawa pasien bisa terancam,” katanya Rabu, (6/ 7/2025).
Dia bilang pihak manajemen rumah sakit semestinya memiliki rencana mitigasi dalam menghadapi situasi darurat semacam ini.
“Semestinya bisa diantisipasi. Kalau terus dibiarkan, ini menjadi indikator kegagalan sistemik dalam pelayanan rumah sakit,” ujarnya. Dia juga soroti peran Dewan Pengawas (Dewas) rumah sakit yang dinilai kurang aktif menjalankan fungsi pengawasan. “Bagaimana sikap Dewas terhadap kondisi ini? Harusnya mereka bisa lebih responsif melihat fenomena ini sebagai persoalan manajerial yang serius,”katanya.
Dia mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara agar turun tangan membenahi manajemen RSUD. Setelah kunjungan Wakil Menteri Kesehatan lalu mestinya ada langkah perbaikan. Pendampingan dari Kemenkes penting, tapi kalau manajemennya masih buruk, pendampingan pun tidak akan efektif.
Lebih lanjut, Alfajrin mengatakan, kekosongan stok dialisis bukan masalah tunggal, melainkan gejala dari persoalan yang lebih besar. “Ini bukan hanya soal habisnya cairan atau jarum fistula. Ini soal bagaimana layanan kesehatan dikelola,”tambahnya.
Ombudsman lantas meminta Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan segera turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut. “Mereak harus proaktif. Masalah ini tidak bisa dianggap sepele,” tegasnya.(ifal/aji)











