Halmaherapedia— Pihak Kesultanan Ternate akan menyelenggarakan Festival Legu Tara No Ate 2025. Kegiatan ini rencana dilaksanakan pada 16 hingga 18 Oktober 2025.Acara ini akan dipusatkan di Lapangan Pelabuhan Perikanan Nusantara, Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate.
Legu Tara No Ate 2025 ini sendiri merupakan Iven festival budaya pertama yang terselenggara atas kerjasama pihak kesultanan Ternate dan warga kelurahan Mangga Dua, Toboko dan Bastiong. Acara ini mengusung tema “Menjalin Rasa, Merawat Warisan di Tanah Leluhur”,
Ketua Panitia Festival Legu Tara No Ate 2025, Syarif Abdullah, kepada Halmaherapedia.com menjelaskan, festival ini akan menjadi ruang kolaborasi budaya, edukasi, dan kebersamaan masyarakat Ternate. Festival ini rencana dibuka oleh Menteri Kebudayaan, Fadly Zon, bersama Ibu Gubernur Maluku Utara, Serly Laos, sebagai penanda dimulainya rangkaian kegiatan budaya terbesar di Maluku Utara tahun ini.
Dijelaskan ada beberapa agenda utama festival. yakni, Pawai Obor bersama ribuan warga Kota Ternate dari berbagai kalangan yang akan membawa obor berkeliling kota. Aksi ini merupakan simbol persatuan dan doa untuk keselamatan bersama. Ada juga Ritual “Sou Gam”. Ritual ini adalah ritual adat khas Ternate, yakni Fere Kie, Kolokie Kie, dan Ziarah Kutub, sebagai bentuk syukur kepada Sang Kuasa dan penghormatan pada leluhur.

Ada juga Oho Ngogu Rimo merupakan acara jamuan makam malam dengan para tamu kehormatan yang di gelar secara terbuka di kedaton kesultanan Ternate. “Yang unik dari jamuan makan malam ini adalah terdapat menu makanan yang disajikan berupa makanan tradisional khas Ternate dan tidak menggunakan peralatan makan modern namun menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan,” jelas Syarif.
Selain itu ada juga Dapur Rempah Kie Raha yang merupakan kompetisi atau lomba memasak makanan khas berbahan rempah yang mengangkat kekayaan tradisi kuliner dari empat kerajaan besar di Maluku Utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo (Kie Raha). Sajian kuliner berbasis rempah, menegaskan identitas Ternate sebagai negeri rempah dunia. Selain sarat kegiatan pelestarian budaya dan tradisi, Legu Tara No Ate juga mengampanyekan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar serta aksi nyata “Gerakan Bumi Lestari”. “Gerakan ini adalah Kampanye lingkungan untuk mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga bumi dari kerusakan.
Syarif Abdullah bilang seluruh persiapan telah dilakukan secara matang, melibatkan berbagai elemen masyarakat, pemerintah daerah, hingga komunitas. “Kami bersama tim panitia sudah bekerja keras sejak beberapa bulan terakhir untuk memastikan Festival Legu Tara No Ate 2025 berjalan sukses. Seluruh rangkaian kegiatan disusun bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga sebagai media edukasi, spiritual, dan pelestarian warisan leluhur. Kami ingin festival ini menjadi kebanggaan masyarakat Ternate sekaligus daya tarik wisata budaya nasional,” ujar Syarif Abdullah.
Ia menambahkan, keterlibatan aktif masyarakat akan menjadi kunci suksesnya festival ini. “Mulai dari Pawai Obor hingga ritual Sou Gam, semua menghadirkan partisipasi masyarakat. Semangat kebersamaan inilah yang membuat Legu Tara No Ate berbeda dan selalu dirindukan .
Festival Legu Tara No Ate tidak hanya berfungsi sebagai perayaan budaya, tetapi juga sebagai upaya memperkuat sektor pariwisata di Maluku Utara. Dengan kombinasi ritual adat, seni pertunjukan, kuliner, hingga ruang edukasi. Festival ini diharapkan menarik ribuan pengunjung, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Sementara Sultan Ternate, Hidayatullah Sjah, dalam pernyataannya menyampaikan pentingnya menjaga keberlanjutan festival. “Legu Tara No Ate adalah ikhtiar merawat warisan leluhur agar tetap hidup dan relevan dengan zaman. Ini momentum memperkuat persaudaraan, mempererat silaturrahmi dan memupuk kebersamaan kita semua khususnya masyarakat Moloku Kieraha. Festival ini menjadi ruang generasi muda untuk belajar, berbangga, sekaligus menjaga identitas budaya kita,” ujarnya.
Sultan yang juga sebagai anggota DPD RI itu, mengajak seluruh masyarakat berpartisipasi aktif dan ambil bagian dalam festival ini. Dikatakan kegiatan ini milik warga Maluku KieRaha yang menjadi cermin kekayaan budaya daerah yang harus terus dilestarikan dan kembangkan. “Legu Tara No Ate bukan hanya wadah pelestarian seni dan tradisi, tetapi juga momentum memperkuat persaudaraan, mempererat jati diri Moloku Kieraha, serta menginspirasi generasi muda agar bangga pada warisan leluhur,” tutup Sultan.(aji)