Halmaherapedia– Pertama kalinya hasil kelapa olahan asal Halmahera Utara diekspor ke China. Ceremony eksport Kopra perdana dari Halmahera Utara dilalukan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada Minggu (27/10/2025) Ekspor ini terdiri dari produk olahan seperti coconut milk, minyak kelapa murni (VCO), dan berbagai turunan lainnya, yang dihasilkan PT NICO di Halmahera Utara.
Menteri saat melepas eksport tersebut menyampaikan bahwa hilirisasi industri kelapa menjadi kunci meningkatkan nilai ekspor komoditas perkebunan nasional. Mengolah kelapa menjadi produk bernilai tinggi, potensi ekonomi sektor ini diperkirakan bisa mencapai Rp1.000 triliun per tahun. “Saat ini ekspor kelapa kita bernilai sekitar Rp24 triliun per tahun. Jika dihilirisasi secara maksimal, nilainya bisa melonjak hingga 50-100 kali lipat, mencapai Rp1.000 triliun atau lebih. Ini visi besar Presiden yang sedang kita wujudkan,” ujar Mentan Amran saat melepas ekspor produk kelapa dari Maluku Utara ke Tiongkok tersebut.
Eksport ini menunjukkan bahwa hilirisasi kelapa telah berjalan hingga ke tingkat desa. “Ekspor dari Maluku Utara ini tidak lagi mengirim bahan mentah, tapi produk olahan. Ini langkah bersejarah yang dimulai dari daerah,” kata Mentan Amran. Di sini juga Mentan mengumumkan program pengembangan 10 ribu hektare kebun kelapa baru di Maluku Utara pada 2026. “Di Halmahera Utara akan ada 5 ribu hektare, sisanya di kabupaten lain. Ini gratis untuk petani. Jika berhasil, kita akan tambah lagi,” tegasnya. Hilirisasi terbukti mampu meningkatkan nilai ekonomi kelapa secara signifikan. “Harga kelapa mentah hanya Rp3.000 per butir. Tapi kalau diolah jadi coconut milk atau coconut water, nilainya bisa Rp40.000 hingga Rp50.000 per butir. Kenaikan ini sangat besar dan langsung berdampak pada kesejahteraan petani,” jelas Mentan Amran.
Industri pengolahan seperti PT NICO dan PT Dewa Coco tidak hanya meningkatkan ekspor, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi lokal. “Perusahaan seperti ini harus didukung karena mereka menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa,” tambahnya. Mentan Amran juga memuji peran pemerintah pemerintah daerah yang mendukung penuh kebijakan hilirisasi ini. “Terima kasih kepada semua pihak di Maluku Utara, mulai dari gubernur, bupati, hingga DPRD, yang bersama-sama mendorong industrialisasi kelapa,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Maluku Utara memiliki 158.953 hektare lahan kelapa produktif dengan produksi sekitar 1,02 miliar butir per tahun. Sebanyak 76 persen dari produksi ini telah diserap industri hilir . Mentan optimistis bahwa model hilirisasi di Maluku Utara dapat menjadi contoh nasional. “Kita tidak boleh hanya menjual kopra. Ke depan, kita ekspor coconut milk, coconut chips, hingga coconut flour. Ini akan meningkatkan devisa dan menekan kemiskinan di pedesaan,” katanya. Pemerintah juga berkomitmen untuk mendukung petani kelapa melalui penyediaan bibit unggul, pupuk, dan akses permodalan. “Kami mendapat tambahan anggaran Rp10 triliun untuk menyediakan bibit gratis bagi petani, termasuk di Maluku Utara,” ungkap Mentan Amran.
Ia menegaskan hilirisasi kelapa bukan sekadar soal ekspor, tetapi juga tentang membangun kemandirian ekonomi masyarakat. “Dari Maluku Utara, kita buktikan bahwa Indonesia mampu bersaing di pasar global,”
Menurut Mentan Amran, keberhasilan Maluku Utara menjadi pionir dalam hilirisasi kelapa merupakan hasil kerja sama yang solid antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan para petani.
Ekspor ini juga menjadi tonggak penting bagi sektor perkebunan nasional.
Sementara itu, Gubernur Sherly menegaskan komitmennya terus memperkuat tata kelola hilirisasi kelapa.
“Kita akan pastikan setiap proses hilirisasi berjalan baik. Pemerintah provinsi akan berperan sebagai regulator yang responsif dan berorientasi pada hasil yang mensejahterakan rakyat,” tandas Sherly .(*)
















